Setyaki
Keterangan gambar:
1.Setyaki gaya Surakarta
2. Setyaki gaya Yogyakarta
Kunti
Keterangan gambar:
- Kunti gaya Surakarta
- Kunti gaya Yogyakarta
- Kunti (muda) gaya Yogyakarta
Anantaraja, atau yang lebih sering disingkat Antareja, adalah salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam Mahabharata karena merupakan asli ciptaan para pujangga Jawa. Ia merupakan putra sulung Wrekodara atau Bimasena dari keluarga Pandawa.
Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antareja merupakan nama lain dari Antasena, sedangkan versi Yogyakarta menyebut Antasena sebagai adik lain ibu Antareja, selain Gatutkaca. Sementara itu dalam pewayangan zaman para dalang versi Surakarta umumnya juga mengisahkan Antareja dan Antasena sebagai dua orang tokoh yang berbeda.
[sunting] Asal-Usul
Antareja adalah putra sulung Bimasena yang lahir dari Nagagini putri Batara Anantaboga, dewa bangsa ular. Perkawinan Bima dan Nagagini terjadi setelah peristiwa kebakaran Balai Sigala-Gala di mana para Korawa mencoba untuk membunuh para Pandawa seolah-olah karena kecelakaan.
Bima kemudian meninggalkan Nagagini dalam keadaan mengandung. Antareja lahir dan dibesarkan oleh Nagagini sampai ketika dewasa ia memutuskan untuk mencari ayah kandungnya. Dengan bekal pusaka Napakawaca pemberian Anantaboga dan Cincin Mustikabumi pemberian Nagagini, Antareja berangkat menuju Kerajaan Amarta.
Di tengah jalan Antareja menemukan mayat seorang wanita yang dimuat dalam perahu tanpa pengemudi. Dengan menggunakan Napakawaca, Antareja menghidupkan wanita tersebut, yang tidak lain adalah Subadra istri Arjuna.
Tiba-tiba muncul Gatutkaca menyerang Antareja. Gatutkaca memang sedang ditugasi untuk mengawasi mayat Subadra demi untuk menangkap pelaku pembunuhan terhadap bibinya itu. Subadra yang telah hidup kembali melerai kedua keponakannya itu dan saling memperkenalkan satu sama lain.
Antareja dan Gatutkaca gembira atas pertemuan tersebut. Kedua putra Bima itu pun bekerja sama dan akhirnya berhasil menangkap pelaku pembunuhan Subadra yang sebenarnya, yaitu Burisrawa.
Kisah kemunculan Antareja untuk pertama kalinya tersebut dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan judul cerita Sumbadra Larung.
[sunting] Kesaktian
Antareja memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Lidahnya sangat sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui kematian. Anatareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi maupun tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian di luar takdir. Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan berjalan didalam bumi.
[sunting] Sifat
Anantareja memiliki sifat jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta. Ia menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular di Tawingnarmada, dan berputra Arya Danurwenda.
Setelah dewasa Anantareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda. Ia meninggal menjelang perang Bharatayuddha atas perintah Prabu Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai tawur (korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayuddha.
bro ini poto tokoh wayang antareja
Keterangan gambar:
- Antareja gaya Surakarta
- Antareja gaya Surakarta
- Antareja gaya Yogyakarta
- Antareja gaya Yogyakarta
- Antareja gaya Kedu
- Antareja gaya Cirebon
- Antareja gaya Sunda
- Antareja (triwikrama) gaya Surakarta
- Antareja gaya Surakarta
- Antareja gaya Banyumas
- Antareja (triwikrama) gaya Jawa Timur
Gandamana
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Arya Gandamana adalah nama seorang tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah wiracarita Mahabharata, karena merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. Tokoh ini menjabat sebagai patih Kerajaan Hastina zaman pemerintahan Pandu, ayah para Pandawa.
Karena fitnah Sangkuni, Gandamana terpaksa meninggalkan kedudukannya dan kembali ke tanah airnya, yaitu Kerajaan Pancala, di mana ia berada di sana sampai akhir hayatnya. Kematiannya terjadi pada saat ia menggelar sayembara untuk memperebutkan keponakannya yang bernama Drupadi.
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Asal-Usul
Gandamana adalah putra Gandabayu raja Kerajaan Pancala yang lahir dari permaisuri bernama Trilaksmi. Memiliki kakak perempuan bernama Gandawati yang menikah dengan Drupada, raja Pancala selanjutnya. Gandamana sendiri merupakan reinkarnasi seorang pendeta muda bernama Resi Jarwada yang pernah menyerang kahyangan menantang para dewa.
Gandamana berguru kepada Pandu raja Kerajaan Hastina yang mengajarinya berbagai macam ilmu kesaktian.
[sunting] Menikahkan Gandawati
Meskipun menjabat sebagai putra mahkota di Kerajaan Pancala, Gandamana menolak menjadi raja karena ingin mengabdi kepada Pandu. Ia pun mengadakan sayembara, barang siapa bisa mengalahkan dirinya berhak menjadi suami Gandawati dan mewarisi takhta Kerajaan Pancala.
Banyak pelamar dari golongan ksatriya mencoba mengikuti sayembara tersebut namun tidak ada yang mampu mengalahkan Gandamana. Pandu sendiri hadir sebagai penonton bersama seorang pembantunya yang berasal dari negeri Atasangin bernama Sucitra.
Pandu kemudian mendaftarkan Sucitra untuk mengikuti sayembara. Dengan memakai sumping (hiasan telinga) milik Pandu, Sucitra berhasil mengalahkan Gandamana. Sucitra pun resmi menjadi suami Gandawati sedangkan Gandamana mengabdi kepada Pandu sebagai patih Kerajaan Hastina.
Sesuai kesepakatan, setelah Gandabayu meninggal dunia, maka yang menjadi raja Pancala bukan Gandamana, melainkan Sucitra, dengan bergelar Drupada.
[sunting] Korban Fitnah
Di negeri Hastina, Gandamana memiliki saingan politik bernama Arya Suman. Suatu hari keduanya dikirim Pandu untuk menumpas pemberontakan Tremboko raja Pringgadani. Pemberontakan ini juga terjadi akibat adu domba yang dilancarkan oleh Suman sendiri.
Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh terperangkap ke dalam lobang dan kemudian ditimbuni dengan bongkahan-bongkahan batu. Setelah itu, Suman kembali ke Hastina menyampaikan laporan palsu bahwa Gandamana telah menyeberang ke pihak musuh. Dalam keadaan bimbang Pandu memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru.
Gandamana yang berhasil meloloskan diri dari maut kembali ke Hastina. Di sana ia menyeret dan menghajar Suman sampai babak belur. Wajah Suman yang semula tampan berubah menjadi jelek akibat dianiaya Gandamana.
Karena perbuatan "main hakim sendiri" tersebut, Gandamana pun dipecat Pandu dari jabatan patih. Sementara itu Suman yang kehilangan ketampanannya sejak saat itu dikenal dengan sebutan Sangkuni, yang berasal dari kata Saka dan Uni, bermakna "karena ucapan".
[sunting] Menghajar Drona
Kumbayana adalah saudara angkat Drupada yang pada suatu hari datang menyusul ke Kerajaan Pancala. Kumbayana datang dengan sikap yang kurang sopan, yaitu memanggil-manggil nama kecil Drupada, yaitu Sucitra, dengan tidak hormat.
Gandamana tersinggung melihat kakak ipar sekaligus rajanya diperlakukan dengan kurang sopan. Ia pun menyeret Kumbayana keluar dari istana dan menghajarnya sampai cacad. Wajah Kumbayana yang semula tampan berubah menjadi buruk rupa.
Kumbayana kemudian pergi bertapa dan menjadi seorang pendeta bergelar Drona. Ia juga mengabdi di Kerajaan Hastina sebagai guru ilmu perang para Pandawa dan Korawa. Setelah mahir para Korawa dikirim untuk menangkap Drupada dan Gandamana namun tidak ada yang berhasil melakukannya. Para Pandawa pun menggantikan tugas mereka. Kelima putra Pandu tersebut mendatangi Drupada dan Gandamana dan menyampaikan maksud mereka secara baik-baik.
Drupada dan Gandamana yang sama-sama berhutang jasa kepada Pandu tidak kuasa menolak permintaan para Pandawa. mereka pun menyerah secara baik-baik untuk dihadapkan kepada Drona. Di hadapan Drona, Drupada menyerahkan sebagian wilayah Pancala kepadanya.
[sunting] Kematian
Dalam pewayangan Jawa, kisah sayembara Drupadi diceritakan dalam dua versi, yaitu sayembara memanah dan sayembara pertandingan. Untuk sayembara memanah kisahnya mirip dengan versi aslinya, yaitu versi Mahabharata. Sedangkan sayembara pertandingan adalah hasil ciptaan para pujangga Jawa.
Dikisahkan putri sulung Drupada yang bernama Drupadi dilamar banyak orang. Gandamana mengumumkan barangsiapa mampu mengalahkan dirinya berhak memperistri keponakannya tersebut. Tujuan Gandamana menggelar sayembara ialah untuk menemukan calon suami yang paling tepat untuk Drupadi.
Hampir semua penantang tidak ada yang mampu mengalahkan Gandamana, termasuk para Korawa yang juga ikut mendaftar. Akhirnya muncul seorang pendeta muda gagah mengajukan diri. Gandamana dengan sadar mengetahui kalau lawannya kali ini adalah Bimasena putra Pandu.
Dalam pertandingan tersebut Gandamana berhasil menangkap dan mencekik Bima. Bima yang kehabisan napas merintih menyebut nama ayahnya. Begitu mendengar nama Pandu disebut, Gandamana langsung luluh hatinya. Teringat kepada guru yang sangat ia hormati, Gandamana menjadi lengah. Tanpa sengaja, kuku pusaka Bima yang bernama Pancanaka menusuk dada Gandamana. Gandamana pun roboh.
Dalam keadaan sekarat, Gandamana sempat mewariskan semua ilmu kesaktiannya kepada para Pandawa. Bima mendapatkan ilmu Ungkalbener dan Bandung Bandawasa, sedangkan Puntadewa dan Arjuna masing-masing memperoleh kalung Robyong dan ilmu Sepi Angin.
Gandamana akhirnya meninggal dunia akibat lukanya. Namun ia merasa lega karena keponakannya mendapatkan putra Pandu sebagai suami. Bima sendiri mengikuti sayembara tersebut bukan untuk dirinya sendiri, melainkan atas nama Puntadewa, kakak kandungnya.
[sunting] Bentuk Fisik
Dalam pedalangan gaya Surakarta, bentuk fisik wayang kulit Gandamana sangat mirip dengan Antareja, putra sulung Bimasena. Yang berbeda hanya model rambut yang menghiasi kepala masing-masing. Kemiripan ini menyebabkan beberapa dalang pernah menampilkan kisah tentang Antareja sebagai reinkarnasi dari Gandamana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar