Ki.H.Anom suroto

Ki.H.Anom suroto
dalang kesukaanku

Kamis, 31 Desember 2009

WAYANGCANDRA

GALERI WAYANG A:

A01 abilawa_banyumas.jpg

A02 abilawa_solo.jpg

A03 abilawa_yogya.jpg

A04 abimanyu_yogya.jpg

A05 abiyasa_raja_solo.jpg

A06 abiyasa_solo.jpg

A07 adimanggala_solo.jpg

A08 adirata_solo.jpg

A09 amongdenta_solo.jpg

A10 amongmurka_solo.jpg

A11 anggada_solo.jpg

A12 anggada_yogya.jpg

A13 anggawangsa_solo.jpg

A14 anggira__solo.jpg

A15 anggisrana_solo.jpg

A16 angkawijaya_solo.jpg

A17 anila_solo.jpg

A18 anila_yogya.jpg

A19 animandaya_solo.jpg

A20 anoman_solo.jpg

A21 anoman_yogya.jpg

A22 antaboga_solo.jpg

A24 antareja_banyumas.jpg

A25 antareja_solo.jpg

A26 antareja_triwikrama_jatim2.jpg

A27 antareja_yogya.jpg

A28 antasena_banyumas.jpg

A29 antasena_solo.jpg

A30 antawirya_solo.jpg

A31 arimba_solo.jpg

A32 arimuka_solo.jpg

A33 arjuna_cirebon.jpg

A34 arjuna_solo.jpg

A35 arjunapati_solo.jpg

A36 arjunasasrabahu_solo.jpg

A37 arjunawijaya_solo.jpg

A38 asmara_solo.jpg

A39 aswan_solo.jpg

A40 aswanikumba_solo.jpg

A41 agnyanawati_solo.jpg

A42 amba_solo.jpg

A43 ambalika_solo.jpg

A43 ambika_solo.jpg

A45 andrika_solo.jpg

A46 anggraini_solo.jpg

A47 anjani_kera_solo.jpg

A48 anjani_kera_yogya.jpg

A49 anjani_solo.jpg

A50 anjani_yogya.jpg

A51 antrakawulan_solo.jpg

A52 arimbi_raseksi_solo.jpg

A53 arimbi_solo.jpg

V. Parwo Kiskendo
25Guwarso Guwarsi
26Supoto Mondroguno
27Bebendu di Grasino
28Anoman Takon Bopo
29Sapi Ngamuk
30Monumen Subali Sakti
31Subali Ngamuk
32Subali Madheg Pendhito


Episode 25
Guwarso Guwarsi




Disebuah lereng gunung yang sangat terpencil jauh dari permukiman manusia, terdapatlah sebuah Padepokan Grasino. Padepokan itu milik dan tempat tinggal Resi Gutomo yang termashyur sakti dan waskito, mampu melihat yang sedang dan sudah winarah (terjadi). Tetapi beliau belum mampu melihat yang belum winarah. Saking genturnya bertapa, tanpa disadarinya Sang Wiku menjadi kelewat sakti, apa yang diucapkan akan winarah.

Dewi Windardi adalah istri yang setia tetapi ditelantarkan oleh suaminya yang terlalu gentur tapanya. Kalau sedang memuja semedi, Resi Gutomo bisa ber-hari2 bahkan ber-minggu2 di sanggar pamujan, lupa makan lupa minum. Lupa bahwa ia adalah ayah dan suami sebuah kel;uarga. Untuk mengusir sepi, Dewi Windardi suka meninggalkan padepokan dan bepergian jauh sampai ber-hari2 bahkan ber-minggu2. Dalam pakem pedalangan dikabarkan ia berselingkuh dengan dewa. Dalam kisah ini, tidak tertutup kemungkinan ia kelonan bukan dengan Dewa tetapi dengan pria lain. Dewi Windardi masih muda, belum menop(ause) tetapi ditinggal suaminya ber-zikir sepanjang bulan.

Anak yang paling sulung adalah Retno Anjani, kemudian Guwarsi dan sibungsu Guwarso. Guwarso & Guwarsi secara fisik nyaris kembar, bahkan nada bicaranyapun sama. Tetapi sifat mereka berbeda jauh. Guwarsi penyendiri dan pendiam. Ia seorang spesialis, tahu banyak tentang sedikit hal. Sebaliknya, Guwarso berpembawan hangat, ramah, dan suka bersosialisasi. Ia generalis, tahu sedikit2 tentang banyak hal. Sejak usia dini, Guwarsi menunjukkan ketertarikannya akan kependetaan. Ia suka menyimak ayahandanya dalam memuja semedi sampai ber-hari2. Sebaliknya, Guwarso menunjukkan bakatnya sebagai pemimpin kelompok.

Resi Gutomo adalah guru joyo kawijayan yang tersohor. Kedua putra2nya digembleng oleh bapaknya dan kelak mereka akan menjadi satria pinilih. Retno Anjani adalah gadis dusun yang lugu. Ia dekat dengan ibunya tetapi sayangnya ibunya plesiran terus. Anjani mencintai dan gemati terhadap kedua adik2 lelakinya dan sering bertindak sebagai pengganti ibu bagi kedua adik2nya. Sayang, iapun belum cukup dewasa untuk menjalankan peran itu. Ketiga anak2 ini tidak dekat dengan ayahnya. Padepokan Grasino adalah permukiman sebuah keluarga yang terlantar.

Sebagaimana layaknya kakak beradik, Guwarso & Guwarsi hidup rukun, sebagaimana lumrahnya kakak beradik. Namun, selain hubungan kerukunan itu, ada juga hubungan persaingan yang kerap disebut sibling rivalry. Pada kasus Guwarso Guwarsi, rivalitas saudara sekandung ini demikian parahnya sampai akut. Banyak contoh sejarah menunjukkan bagaimana saudara sekandung saling berbunuhan. Bahkan Nabi Sulaimanpun mengalami oposisi keras dari abang kandungmya, Atila membunuh Breda, abangnya. Juga kaisar2 Romawi.



Apapun bisa menjadi rebutan, mulai dari pensil, mainan, sepeda, sampai hal2 yang penting sifatnya. Jika mereka satu tim, misalnya badminton dobel, mereka menjadi tim yang sangat sulit dikalahkan. Jika mereka berburu bersama, sulit bagi mangsanya untuk lolos dari team yang sangat kompak ini. Tetapi, jika sampai pada pembagian hasil buruan, pasti berujung dengan rebutan. Jika mereka bertarung main badminton Guwarso vs Guwarsi, maka pertarungan bisa dipastikan berakhir dengan raket2 yang dipakai untuk menggebug kepala.

Selain keluarga Resi Gutomo, disitu tinggal cantrik Jembawan sebagai pengasuh Guwarso dan cantrik Mendo yang mengasuh Guwarsi. Ada juga cantrik anak kawan Resi Gutomo yang berguru disitu, namanya Anilo. Juga banyak cantrik2 lain seperi Srobo, dll.

Setelah kehabisan bahan untuk bersengketa, akirnya Anjani menjadi objek rebutan Guwarso & Guwarsi. Jika Guwarso membelikan lotek mbakyunya, maka Guwarsi pasti akan membelikan pecel. Kalau yang satu bepergian ngedisko, satunya pasti ngajak karaokean, dan seterusnya. Disatu sisi Retno Anjani mumet melihat tingkah laku adik2nya tersayang yang tak kunjung rukun. Disisi lain Anjani berbahagia dijadikan rebutan. Gadis dusun yang haus perhatian dari kedua orangtuanya mendapatkanperhatian dari kedua adik2 kinasih. Retno Anjani makin gemati terhadap adik2nya dan tumbuh rasa kasih yang makin mendalam. Begitupun Guwarso/i, mereka mendapatkan kasih yang tidak diperolehnya dari ibunya. Anjani memberikan yang mereka cari.



Anehnya, seolah ada semacam kode etik diantara Guwarso/i. Jika Anjani sedang dengan Guwarso, maka Guwarsi akan menyendiri. Kadang naik pohon tinggi sambil menghafal mantra2 mengusir hatinya yang galau.

Episode 26
Supoto Mondroguno.


Begitu juga ketika Guwarsi sedang dengan mbakyunya, Guwarso akan menyingkir, mencari keramaian. Gaple, main skatebopard, dll. Juga menghilangkan galau dihati.

Begitulah keanehan keluarga Gutomo. Ketiga putra putri itu nyaris tanpa pengawasan kedua orang tuanya. Mereka bermain, bercanda, dan saling berukar perasaan satu sama lain.

Pada suatu masa, tampak Dewi Windardi sedang gundah gulana. Seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Ber-kali2 beliau melirik sanggar pamujan, berharap Sang Wiku berhenti dari semadinya agar ia bisa menumpahkan persoalan yang membebani pikirannya. Hari demi hari ditunggunya sang Pertapa dengan resahnya namun sayang, Sang Begawan tak kunjung selesai. Dewi Windardi makin gelisah. Raut mukanya pucat pasi dan tampak sangat ketakutan, tidak bisa tidur dan tidak berselera untuk makan dan minum. Anjanipun tidak seperti biasanya, lebih pendiam. Se-hari2 ia hanya main dakon sendirian. Pada suatu hari, seperti biasanya Guwarso dan Guwarsi bertengkar memperebutkan sesuatu, entah apa. Sang Ibu sampai capai ber-teriak2 menegur kedua putranya. Suasana padepokan jadi gaduh.

Tiba2, ... blak ! Pintu sanggar pamujan terbuka dan Resi Gutomo keluar dari dalam dengan muka merah padam menahan marah. Dengan nyalang dipandangnya sisihannya. Suasana tiba2 menjadi sunyi senyap. Anjani menghentikan main dakon dan Guwarso/I berhenti bertengkar. Resi waskito ini mengendus bau wanita anggarbini (buntiing) ! Dengan suara mengguntur Resi Gutomo bersabda kepada Dewi Windardi :

“ Ada apa ini ... ? “

Semua yang ada dipadepokan menundukkan mukanya dan tidak ada yang berani berkata sepatah katapun. Mereka tahu, bahwa Sang Pertapa sakti mengendus apa yang sedang winarah. Raut muka Sang Wiku makin merah membara. Dengan di-sabar2kannya ia mengulangi pertanyaannya kepada istrinya :

“ Ada apa ini ... hah ? “

Semua yang ada disitu, terutama Dewi Windardi tidak berani berkutik. Sang Brahmana bertambah marah, darah sudah sampai di – ubun2nya. Beliau sudah hampir memastikan bahwa bininya kelonan dengan bangsat lain. Dengan sepenuh kemarahan sang Wiku mengutuk

“ Kok diam saja, .... seperti tugu ! “

Ucapannya mengandung Supoto Mondroguno. Seketika itu juga Dewi Windardi berubah ujud menjadi tugu. Dengan penuh kemarahan diangkatnya tugu itu dan dilemparkannya dengan sekuat tenaga sehingga tugu tersebut jatuh ke tlatah Alengko. [ Dikemudian hari tugu inilah yang menyelamatkan Anilo dari gempuran oom Prahasto. ]. Bukan alang kepalang marahnya Sang Wiku ditinggal bininya kelonan dengan bangsat lain. Dalam kemarahannya, Sang Wiku ber-tanya2 dalam hati, siapa bangsat ini ? Sambil menahan marah, Sang Wiku bersiap matak aji untuk melihat apa yang sudah winarah. Jika ia bisa mengetahui siapa laki2 laknat itu, ia akan disupoto jadi bekicot. Brahmana itu sudah tidak perduli lagi, apakah laki2 itu tukang pulung, satria, raja, bahkan dewapun akan disupotonya jadi bekicot. Jadi bekicot ! Dengan bergegas Resi Gutomo mau ke sanggar pamujan untuk matak aji. Namun, tiba2 langkahnya terhenti. Bau wanita anggarbini itu masih terasa. Bukankah tadi Dewi Windardi sudah dibuangnya jauh2 ? Lho, siapa yang anggarbini ? Ketika sang Wiku sedang kebingungan me-nebak2 apa yang sedang winarah, tiba2 Anjani mencolot dan merangkul kaki sang Wiku dengan menangis sesenggrukan. Anjani ? Sang Wiku kaget bukan alang kepalang. Dengan ter-bata2 ditanyainya si pembayun kinasih

“ Kowe nggarbini, ndhuk ... ? “ Sang Resi kaget, tidak mempercayai apa yang sedang winarah.

“ Inggih, bopo wiku .... “ dengan menangis ter-sedu2 Anjani memeluk kaki ayahandanya kuat2. Sang wiku serasa makin meledak amarahnya dan dengan suara menggelegar ditanyainya anak sulungnya “ Siapa duratmokonya (biang kerok) ?! “

Bukannya menjawab, Anjani bahkan makin mempererat pelukannya kekaki ayahandanya. Ia takut, takut mendapat supoto mondroguno seperti ibunya sehingga mulutnya seolah terkunci. Tubuhnya gemetaran dan peluh mengalir deras diseluruh tubuhnya. Mukanya pucat pasi. Namun, se-galak2nya macan tidak akan ia memangsa anaknya sendiri.


Episode 27
Bebendu di Grasino


Melihat keadaan anaknya yang demikian justru kemarahan sang wiku menjadi surut. Padepokan ini jauh dari manapun, Sang Wiku heran, siapa yang menghamili anaknya ? Lah, tadi sisihannya sudah terlanjur kena supoto mondroguno. Dengan penuh kesabaran anaknya ditanyai lagi :

“ Nak, apakah biyungmu tahu kalau kamu sedang nggarbini ? “ Dengan tersedu Anjani mengangguk. Terasa ada godam menghantam hati sang Wiku, sisihannya yang tak bersalah telah jadi tumbal.

“ Baiklah ndhuk, jika pria itu satria, satria mana. Jika raja, keratonnya dimana ? “

Ditanya begitu Anjani malahan menangis me-raung2 sampai kamisosolen, megap2 tidak bisa bernafas. konsentrasi Resi Gutomo makin buyar. Beliau kasihan melihat pembayun kinasih megap2 sampai basah kuyup begitu, menyesal telah mengutuk istrinya dan marah bukan alang kepalang kepada duratmoko yang menimbulkan bencana pada keluarga ini. Sang pendeta tidak memperhatikan bahwa kedua putranya keadaannya tidak jauh berbeda dengan Anjani. Keduanya pucat pasi dan bermandikan keringat karena ketakutan yang amat sangat. Rasanya mau lari tetapi kaki mereka tindihen seolah terpasung. Bukan main girisnya kedua pemuda itu menyaksikan kedahsyatan supoto mondroguno ayahandanya.

Pelan2 anaknya yang disayangnginya dibaringkan ke bale. Sang Resi mengambil air dan diminumkannya ke Anjani. Tetapi batin Sang Wiku serasa mau pecah karena marahnya kepada sang Duratmoko yang menjadi biang kerok kekeliruan yang fatal. Sekali lagi dengan sabar Anjani ditanya. Akan tetapi setiap kali ditanya, Anjani menjadi seperti orang ayan, badannya kejang2. begitu ber-ulang2 lama kelamaan Sang Brahmana kehilangan kesabaran. Anjani makin ketakutan sehingga ia pingsan. Sambil merawat anaknya Resi Gutomo matak aji, mengenakan kaca mata x-ray untuk melihat apa yang sudah winarah. Selama Sang Wiku matak aji, Guwarso dan Guwarsi makin gemetaran. Tetapi, kaki mereka seolah tertindih pasung.

Setelah beberapa saat sang Wiku matak aji, beliau kaget bukan alang kepalang ketika mengetahui apa yang sudah winarah. Dengan gemetar menahan marah, sang Wiku menunjuk kedua putranya sambil membentak dengan lantangnya :

“ Munyuk kabeh kowe ! “





Untuk kedua kalinya kutukan sang Gutomo mengandung Supoto Mondroguno. Seketika itu juga, Guwarso 7 Guwarsi malih rupa menjadi kera ! Begitu hebatnya Supoto Mondroguno sehingga menimbulkan radiasi. Anjani yang sedang pingsanpun kena tuah, muka dan tangannya berujud kera. Jembawan, Mendo, Anilo, Srobo, dan semua yang berada di padepokan Grasino kena radiasi Supoto Mondroguno, menjadi kera semua.

Jadi, siapakah duratmoko yang menghamili Anjani ? Salah satu, jika bukan Guwarso pasti Guwarsi. Karena keduanya secara fisik kembar, bahkan sang wikupun tidak tahu, yang mana yang membuat Anjani bunting. Yang pasti anak2nya melakukan incest, kelonan dengan saudara sekandung !

Bumi gonjang ganjing, langit ..... blah, .... blah, .... blah ....

Èèèèèèng ... ing .... èèèèèèèèèèèng .....

Wiku Gutomo sama sekali tidak menduga demikian. Waktu mencium adanya wanita hamil, pikirannya hanya satu, pasti bininya. Sesudah melihat yang sudah winarah, bukan main kagetnya sang Wiku ketika mengetahui bahwa anak2nya bergiliran ngeloni mbakyunya. Itu bukan perilaku manusia, itu sato kewan ! Itu polah kethèk ! Dan terjadilah supoto mondroguno.

Cerita tadi adalah sanepo atau simbol. Dewi Windardi disupoto menjadi tugu dan dibuang jauh bukanlah benar2 menjadi tugu. Tetapi hanya tamsil bahwa ia telah dipegat dan diusir dari padhepokan karena dituduh berselingkuh dengan pria lain. Padahal, mungkin Dewi Windardi tidak berbuat apa2, sebatas kirim2an SMS saru atau megal megol ikut kwis siapa berani. Dewi Windardi merasa sangat bersalah telah mentelantarkan anak2nya. Ketika Anjani menceritakan keadaannya, posisinya sulit. Apalagi ia tahu bahwa yang menghamili kalau bukan Guwarso ya Guwarsi. Itu sebabnya beliau tidak bisa berkata sepatah katapun. Diam bagaikan tugu.

Semula mbakyu dengan adik2nya sebatas main cublak2 suweng, ijet2an, kerokan, sebagaimana lumrahnya remaja2. namun, dengan tiadanya pengawasan, ewes, ewes, ewesssssssss .... bablas jaka dan prawannya.


Episode 28
Anoman takon Bopo.




Karena hamil tanpa suami, Resi Gutomo terpaksa menjelaskan kepada masyarakat bahwa Anjani dihamili Dewa. Jika bilang anaknya dibuntingi saudara kandungnya sendiri pasti menimbulkan heboh. Mengapa Dewa ? Karena Dewa tidak bisa protes dituduh menghamili orang !

Dalam kisah aslinya, Anjani yang berwajah kera bertapa wudo mblegendong di sungai. Ada Dewa lewat dan jadi nepsong. Akibatnya mengalami ejakulasi dini dan spermanya diemplok Retno Anjani sehingga bunting. Apakah tidak terbalik ? Jika Anjani belum jadi kera kemudian dikeloni, masih masuk akal. Sebab masih ayu. Lha, kalau wajahnya sudah jadi munyuk, bagaimana Dewanya bisa ejakulasi dini ? Itu Dewa kebangetan, lihat munyuk saja bisa ejakulasi dini ! Kalau kita dituduh menghamili Wulan Guritno, Sophia Latjuba, atawa yang cantik2, kita tidak protes. Malah bisa untuk umuk. Tetapi kalau kita diruduh menghamili wanita yang tampangnya mirip Tessi Srimulat, apakah tidak misuh2.

+ Ki Dalang, kalau dengan ejakulasi dini saja anaknya begitu sakti, bagaimana kalau ejakulasinya ‘penuh’ ?
- Ya, lebih sekti lagi !
+ Kalau ejakulasinya ‘telat’ ?
- Jadi mlicèt ! Malah perih ....
+ Kalau ejakulasinya cuma keluar angin doang, piyé ?
- mBuuuuuh ..... !

Kasus anak tanpa bapa banyak terjadi dalam pewayangan. Misalnya Adipati Karno yang diaku sebagai anak Dewo Suryo. Sebenarnya, waktu masih muda Dewi Kunthi mbeling. Kelonan dengan entah siapa sampai bunting. Karena anak raja, bilang saja dibuntingi Dewa. Gitu saja kok repot2. Anjani lebih beruntung karena hanya anak pendito yang sederhana. Ia melahirkan anak tidak perlu bilang bahwa masih perawan. Kunthi lebih rumit karena mau besanan dengan maharaja dari Astino. Akan sangat memalukan kalau ketahuan sudah tidak perawan. Apa akal ? Gampang, bilang saja anaknya lahir lewat kuping, habis perkara. Bathoro Suryo masih lebih beruntung dari pada Dewa yang dituduh membuntingi wanita berwajah munyuk.

+ Ki, kok tidak lahir lewat hidung saja, ya ?
- Mbuh ! Tak bandhem bathukmu sampai metoto, Jo !
+ Wo, nggih.

Dalam kisah aslinya, anak2 Gutomo menjadi kera karena rebutan Cupu Manik Astogino. Kalau jaman sekarang kira2 rebutan Hometheatre yang ada tv, vcd, & sound systemnya. Hanya karena rebutan elektronik kena bebendu menjadi kera ? Jika begitu Resi Gutomo sangat bengis. Atau, kesalahan yang dibuat anak2nya tentulah begitu fatalnya. Lagi2 kita bicara bahasa simbolis. Mereka bukan benar2 menjadi bedhès tetapi mengalami demosi (lawan kata promosi) dari ras Arya yang (dianggap) unggul menjadi ras lain yang digambarkan sebagai kera. Guwarso cs dikucilkan dari komunitas Arya dan harus menjadi warga etnis lain yang (dianggap) lebih asor yaitu Wanoro.

Sesudah mengalami bebendu, Guwarso & Guwarsi diiringi dengan Jembawan dan lainnya suwito ke negara Poncowati sebagai prajurit. Guwarsi yang kemudian berganti nama menjadi Subali dan Guwarso yang menjadi Sugriwo meniti karir dibidang kemiliteran di kerajaan Poncowati. Ke-dua2nya karirnya cemerlang. Subali dengan pembawaanya yang spesialistik menjadi prajurit profesional elite yang mumpuni. Semacam Kopasus. Sedangkan Sugriwo yang berpembawaan generalis menjalankan ‘dwifungsi’. Ikut cawe2 dibidang politik.

Retno Anjani tinggal di pertapan Grasino merawat Ayahandanya yang nelongso dirundung sesal. Anaknya yang diberi nama Senggono Anoman dikirim ke Akademi Militer Panglawung. Gubernur Militernya Bhatoro Bayu, Dewa angin. Ke-mana2 selalu membawa minyak angin. Hobinya karaoke nyanyi Angin Mamiri dan suka nonton DVD Gone with the Wind. Salah satu dosennya berasal dari RI. Namanya Dr. Peranginangin. Karena prestasinya yang ruar biasa, Anoman menjaadi salah satu alumni Panglawung terbaik. Alumni2 istimewa ini diberi atribut berupa kain poleng. Bermotifkan kotak catur dengan warna merah hitam dan putih.

Alumni lain yang berpredikat istimewa adalah Radèn Brotosumarto .... ééééé klèru .... Radèn Brotoseno. Ada lagi alumni yang tidak diberi kain poleng walau juga istimewa. Malahan kesana kemari selalu telanjang bulat. Kalau jalan anunya gondal gandul luar biasa besarnya. Apalagi kalau tegak. Wuah .... ! Alumni istimewa ini namanya Liman (gajah) Setubondo. Yang tlolar tlolor tadi namanya belalai.


Episode 29
Sapi Ngamuk.


Poncowati bukanlah kerajaan yang besar dan kaya raya. Rajanya Prabu Iswardono Permono sedang kuliah tingkat doktoral di bakultas Ekonomi UGM. Pemerintahan se-hari2 diserahkan kepada Kapi Sugriwo dan dibantu Kapi Jembawan. Kapi Subali mendalami profesinya sebagai senopati kerajaan dengan genturnya sehingga ia menjadi dhuk dheng, sakti mondroguno. Ke-dua2nya menikmati profesi masing2 dan karena peranan mereka terpisah, rivalitas antara keduanya tidak lagi separah dulu. Namun, tidak bisa dibilang hilang. Setelah sekian lama Sugriwo mulai menunjukkan bakatnya dibidang pemerintahan dan iapun merasakan nikmatnya menjadi sang penguasa. Lama kelamaan tumbuh ambisinya untuk menjadi raja disitu. Dipihak lain kecenderungan Subali untuk menjadi Pendeta makin subur.

Beberapa tahun kemudian ketenteraman Poncowati terganggu dengan datangnya invasi dari Gua Kiskendo yang terdiri dari (etnis lain yang digambarkan sebagai) Sapi2. Rajanya adalah Prabu Maesosuro dan patihnya Lembusuro. Sang prabu punya tunggangan berupa sapi berkepala raksasa namanya Kiai Jotosuro. Selain tokoh2 ini ada Haryo Kebosuro, Bantengsuro, Cowsuro dan Bullsuro. Yang muda2 ada Pedhètsuro dan Gudelsuro. PDIsuro tidak ada. Sapi2 ini berniat menaklukkan Poncowati dan menjadikannya jajahan.



Raja Poncowati menitahkan Subali, menumpas huru hara Sapi2 ngamuk. Kepada Subali, Prabu Iswardono menjanjikan akan mengangkat Subali menjadi menantunya jika berhasil memadamkan huru hara. Betapa kecewanya Sugriwo ketika tugas itu tidak diberikan kepadanya. Selain bisa menjadi jalur pintas memenuhi ambisinya madheg narendro di Poncowati, Sugriwo memang naksir anak Prabu Iswardono, Dewi Toro.

Subali berencana untuk menyusup ke Gua Kiskendo agar bisa membunuh langsung rajanya. Subali menghindari perang grudugan untuk mengurangi banjir darah. Ia minta bantuan adiknya untuk menyiagakan pasukan lainnya supaya ber-jaga2 jika tawuran tak terhindarkan. Walaupun kecewa, Sugriwo memenuhi permintaan kakaknya.

Pada suatu malam dengan diiringi pasukan elite yang jumlahnya hanya sedikit Subali me-ngendap2 bagaikan Ninja menyusup ke Gua Kiskendo. Satu demi satu pengawal2 raja Maesosuro terbunuh oleh pasukan Subali. Namun, pasukannya yang jumlahnya sedikit juga berguguran satu demi satu sehingga Subali tinggal sendirian berhadapan dengan tiga musuhnya. Diluar Gua masih berkeliaran pasukan Kiskendo dibawah pimpinan Kebosuro & Bantengsuro. Pasukan2 ini tidak menyadari apa yang terjadi di dalam gua. Mereka mempersiapkan diri menghadapi pasukan Sugriwo.

Sugriwo tampak gelisah berjalan mondar mandir kesana kemari seolah ada yang berat dipikirkan. Kapi Jembawan, perjaka tua yang sangat menyayangi momongannya berkata :

“ Gus, sampean ini kok mondar mandir ada apa ? Biarkan Gus Subali selesaikan pekerjaannya. Kalau kepala2 sapi itu telah praloyo, mudah bagi kita menaklukkan Sapisuro, Kebosuro, Bantengsuro, dll. Sudah pasti Gus Subali mampu membunuh sapi2 ngamuk itu. Kedigdayaan kakang sampean memang nggegirisi. “
“ Jika kakang Subali menang maka ia akan nikah dengan diajeng Toro dan madheg Narendro. Sedangkan aku cuma disuruh mrongos thok, jadi satpam begini piyé ? Bukan itu masalahnya Kapi Jembawan, seharusnya aku yang melaksanakan tugas ini sehingga aku bisa madheg narendro. Kakang Subali memang digdoyo keliwat liwat tetapi ia tidak bakalan bisa jadi raja. Ia tidak punya ambisi kesitu. Sukanya hidup menyendiri. Paling2 nanti negara ditelantarkan karena kebanyakan memuja semedi seperti romo Wiku dulu. Sedangkan aku sudah banyak mengecap pengalam toto nagoro. Poncowati maju karena buah tanganku. Sudah susah payah begini, yang jadi ratu malah orang lain. Prèk ! “
“ Perhitungannya memang begitu tetapi yang diberi purno waseso adalah Gus Subali. Bagaimana lagi ? “
“ Bukan begitu, amanatnya, siapa yang bisa mengatasi huru hara ini akan diambil menantu dan praktis akan menjadi narendro Poncowati. Aku lagi mikir2 bagaimana caranya supaya tampak aku yang berjasa menyelesaikan huru hara “
“ Kalau begitu lebih baik kita hantam saja pasukan Kiskendo. Tanpa Prabu Maesosuro, pasukan Kiskendo gampang dikalahkan. Anilo, Srobo, dll mampu mengalahkan Kebosuro cs. Saya sudah datangkan expatriate2 dari Texas, koboi untuk hadapi Cowsuro dan Rodeo2 untuk hadapi Bullsuro. Juga matador2 Spanyol untuk kalahkan Bantengsuro.


Episode 30
Monumen Subali Sakti.


Jembawan meneruskan :
Kita harus gerak cepat, begitu wadyobolo Kiskendo keteteran sampean bersama prajurit2 pilihan sak bergodo masuk kegua memberikan bantuan kepada Gus Subali. Sesudah huruhara sampean cepat2 ke Poncowati dan mengajukan klaim bahwa sampean yang paling berjasa. Secepat mungkin minta dinikahkan dengan Dewi Toro. Nanti saya akan bawa Gus Subali bertapa. Kalau semedi bisa ber-bulan2.“
“ Ah, seperti tidak tahu watak Kakang Subali. Apapun yang kuperoleh pasti akan direbut. Potlot saja bisa jadi rebutan. Apalagi ini rebutan negara dan wanita. Kalau diajak eyel2an pasti kakang Subali kalah melawan aku. Tetapi ujung2nya pasti bondoyudo. Kalau sampai disini pasti aku yang kalah dihajar Kakang Subali. Dulu waktu muda kita seimbang tetapi karena aku sibuk ngurusi negara, ketangkasan perangku tidak lagi dapat mengikuti kecepatan Kakang Subali. Idemu bagus tetapi hasilnya meragukan, Kapi Jembawan “
“ Lantas bagaimana ? “
“ Tidak perlu setengah2. Gua Kiskendo ditableg saja. Entah siapapun pemenangnya didalam gua, akan terkurung tidak bisa keluar. Lama2 akan praloyo. Aku bisa melenggang madheg narendro. Effisien “ Sugriwo berbicara ma-kantar2. ambisi telah membutakan matanya. Ia akan mendapatkan dua2nya, wanita dan kuasa. Kakang Subali musuh bebuyutannya akan lenyap dari muka bumi se-lama2nya.
“ Sendiko Gus, ma-gito2 lumaksono “ Kapi Jembawan bergegas melaksanakan siasat ini.

Didalam gua sedang terjadi pertarungan seru. Subali melawan Maesosuro, Lembusuro & Jotosuro. Subali memang benar2 digdoyo, namun dibutuhkan waktu ber-hari2 untuk membunuh ke-tiga2nya. Ketika ke-tiga2nya binasa, dengan gembira Subali me-nari2 Tari Tayungan. Tari kemenangan. Tetapi tidak menyadari bahwa ia terluka sangat parah. Perutnya terburai kena tanduk Prabu Maesosuro. Rusuknya patah kena srudug Patih Lembusuro dan pahanya dibrakot Kiai Jotosuro. Subali terkapar ambruk kehabisan tenaga tidak mampu bangun lagi. Di dalam gua ada Istana, taman, dan kebun tempat para selir2 dan cem2an Prabu Maesosuro bermukim termasuk para embok emban. Para wanita yang terjebak di dalam gua merawat Subali. Sampai beberapa minggu Subali dirawat Emban2 Kiskendo.

Diluar terjadi pertempuran antara pasukan Poncowati melawan pasukan Kiskendo dan dengan mudah Anilo dan kawan2nya menundukkan lawannya. Kapi Jembawan menyebarkan berita bahwa Kapi Subali telah terbunuh di dalam gua dan dikuatirkan Prabu Maesosuro dll masih hidup. Segera dikerahkan pasukan Poncowati untuk menutup mulut gua dengan batu. Sugriwo kemudian ber-pura2 menangisi kematian abangnya. Gua itu kemudian diabadikan menjadi monumen ‘Subali Sakti’. Untuk mengenang jasa2 swargi Subali.

Dengan upacara besar2an Sugriwo pulang ke Poncowati dan mendapat gelar sebagai pahlawan Serangan Oemoem Poncowati kembali. Swargi Subali dinaikkan pangkatnya menjadi Jendral anumerta dan namanya dipakai untuk jalan menuju gua Kiskendo. Namanya jalan Subali. Sugriwo langsung diangkat menantu. Ketika Prabu Iswardono Permono madheg pandhito, Prabu Sugriwo melenggang menjadi raja Poncowati. Semua yang membantunya mendapat kedudukan yang layak. Anilo menjadi rekyono patih. Jembawan menjadi ketua DPA. Namanya diganti menjadi Arnold Jembawan, biar keren.

Dalam kisah pakem, diceritakan bahwa Subali menitahkan adiknya untuk ber-jaga diluar. Jika darah yang keluar adalah darah putih maka ia gugur dan dia menyuruh adiknya menutup gua supaya Maesosuro cs terperangkap disitu. Jika Subali gugur dan masalah bisa diselesaikan dengan menutup gua, mengapa repot2 masuk gua ? Mbok wis, Subali nggak usah masuk. Gua ditableg bae habis perkara ! Ini sebenarnya kisah rebutan kekuasaan kakak beradik. Bahkan dalam kisah versi ‘sesat’ Nabi Sulaiman mencurangi abangnya agar bisa madheg narendro. Dalam pakem, kecurangan Sugriwo di-tutup2i dengan cerita darah putih itu. Supaya, nantinya Romo ‘dibenarkan’ berkolusi membunuh Subali yang ‘salah’ demi ‘keneran’.

Kapi Mendo pengasuh Subali sangat sedih karena momongannya gugur. Kapi yang agak dungu ini adalah perjaka tua. Seperti Jembawan, ke-dua2nya mencintai momongannya bagaikan anak sendiri. Kapi Mendo rajin mengunjungi monumen Kiskendo dan berdoa disana. Ada sedikit keraguan, rasanya tidak mungkin Subali gugur lawan sapi2 itu.


Episode 31
Subali Ngamuk.


Kapi Mendo tidak tahu bahwa Subali sedang dirawat para mbok emban dan cem2an swargi Prabu Maesosuro. Subali benar2 sakti. Sedikit demi sedikit ia makin sembuh. Ketika diberitahu bahwa gua ditableg, seketika itu ia tahu apa yang terjadi. Sugriwo buangsat ! Katanya dalam hati. Kobaran kemarahannya mempercepat kesembuhannya. Tetapi gua itu benar2 rapat dan tidak ada jalan keluar. Tidak ada jalan lain kecuali dengan menggangsir. Dengan tekunnya Subali menggangsir, membuat terowongan untuk keluar. Dibantu dengan mbok2 emban dan para selir. Berbulan lamanya ia menggangsir gua.

Suatu hari dipaseban Poncowati terjadi kehebohan. Ada kera sakti ngamuk diiringi oleh Kapi Mendo yang ter-saruk2 mengikuti lari momongannya. Subali merangsek masuk ke kraton. Matanya merah menyala dan mbekèr2 menakutkan. Mulutnya berbuih me-manggil2 Prabu Sugriwo. Apapun yang ada didekatnya dibanting sampai hancur luluh. Sembari me-maki2 bedhas bedhès. Lupa bahwa ia sendiri juga bedhès. Semua yang dipaseban melongo. Ada Jendral Anumerta hidup lagi ? Tetapi tak seorangpun ada yang berani menghalangi wanoro digdoyo ini. Kapi Jembawan yang mencoba menyabarkan malah ditendang perutnya sampai terjengkang. Anilo dipukul sampai matanya biru lebam.

Sugriwo ketakutan tetapi ia tidak bisa tinggal glanggang colong playu. Ia men-coba se-bisa2nya menghindari tarung dengan abangnya karena pasti kalah.

“ Sabar kakang Subali, saya sangat bersyukur bahwa kakang Subali masih jati waluyo. Sugeng rawuh kakang Subali. Semula kami kira telah gugur. Dari pada Maesosuro bisa keluar, gua kami tableg. “
“ Gombal ! Bedhès èlèk, ... tak pateni kowe “

Sugriwo menjadi plintat plintut dan mlintar mlintir seperti orang tengik. Akirnya pertandingan tak terhindarkan dan Sugriwo dihajar sampai babak belur. Dulu mereka bertarung karena rebutan potlot sampai rebutan Anjani. Kini mereka bertarung rebutan kerajaan dan bini. Dulu mereka seimbang, sekarang Subali jauh lebih sakti. Sugriwo dibanting dan kepalanya di-bentur2kan ketembok sampai bersimbah darah. Kapi Mendo yang sudah mengantisipasi keadaan ini menjemput Anjani yang kebetulan sedang berada di Poncowati. Melihat keadaan kedua adiknya Anjani men-jerit2. Dulu mereka selalu berkelahi tetapi paling banter tubuh babak belur atau tulang2 yang patah. Kini keadaan sangat mengerikan karena Subali benar2 mata gelap. Ia tidak menerima dirinya dikubur hidup2 digua. Subali telah patah arang karena sakit hati yang sangat mendalam. Sugriwo sudah tidak karu2an keadaan raganya ketika Anjani datang. Kata2 Anjani tidak digubris. Anjanipun akirnya kehabisan akal. Dengan menangis ia mengatakan kepada Subali jika ia memang mau membunuh Sugriwo, Anjani akan belo pati dengan membakar diri. Akirnya Subali mereda. Dengan masih me-maki2 ia meninggalkan palagan. Sugriwo di dabyang2 untuk dirawat.

Setelah klarifikasi bahwa ia membunuh tetunggul2 sapi itu, oleh Prabu Iswardono, Subali kemudian diangkat menantu dan dinikahkan dengan Dewi Toro, janda Sugriwo. Dewi Toro adalah istri institusional. Ia tidak menikah dengan pribadi tetapi menikah dengan penguasa Poncowati. Ia menikah dengan pemenang, bukan pecundang. Karena Sugriwo kalah, ia dinikahkan dengan Subali. Prabu Iswardono mencoba membentuk monarki dengan rajanya Subali dan perdana menteri Sugriwo yang mengurus kerajaan.

Gua Kiskendo direnovasi yang semula Monumen Nasional menjadi kasatrian tempat Sugriwo dan staf2nya bermukim. Namun rencana Prabu Iswardono tidak berjalan sesuai dengan rencana. Tidak ada sinergi antara raja dengan perdana mentrinya. Kabinet selalu dalam keadaan tegang karena dua bersaudara itu saling membenci dan menjadikan urusan tatanegara sebagai obyek bersaing. Nyaris tiap sidang selalu ada perdebatan sengit antara keduanya dan karena Sugriwo lebih menguasai persoalan selalu menang. Ujung2nya adalah perkelahian dua sekandung itu.

Anjani yang kuatir keselamatan Sugriwo mengutus anaknya Kapi Senggono Anoman yang baru lulus dari Panglawung untuk suwito kepada oom Sugriwo. Supaya bisa mengawasi Subali agar tidak membunuh Sugriwo. Anjani memberikan kain jarik kepada Anoman. Jika Subali berlebihan menghajar adiknya, dengan berkalung jarik Anoman bisa menahan kemarahan oom Subali. [ Oom ? Oom atau babe ? ] Karena Subali segan dengan mbakyunya.


Episode 32
Subali Madheg Pandhito


Pendapat Sugriwo bahwa Subali sebenarnya tidak begitu berambisi madheg narendro benar. Namun Subali tidak mau negara diambil oleh adiknya. Ia benar2 sangat mendendam kepada adiknya karena dikubur di gua Kiskendo. Ia tidak bisa bisa memaafkan perbuatan Sugriwo. Sampai akir hayatnya. Ia menjadi raja se-mata2 karena tidak mau memberikannya kepada Sugriwo.

Jika Anoman yang memintanya misalnya, maka dengan senang hati Subali akan memberikan negara Poncowati. Ia akirnya madheg Pandhito dan bergelar Resi Subali. Dengan Dewi Toropun ia sebenarnya tidak begitu mencintai karena ia cenderung wadhat (selibat) sebagaimana halnya para Resi. Ia menikahi se-mata2 agar punya keturunan. memenuhi permintaan Prabu Iswardono yang anaknya hanya semata wayang itu.

Begitu menikah, Dewi Toro langsung mengandung dan melahirkan anak berupa wanoro merah membara yang diberi nama Kapi Joyo Anggodo. Tidak jelas apa alasannya tetapi Anggodo dibawa ke pretapan Grasino ikut budhé Retno Anjani sambil dididik eyangnya Resi Gutomo. Mungkin karena ayah Anggodopun rancu karena begitu nikah Dewi Toro langsung hamil. Bisa jadi ini anak Sugriwo. Mungkin itu alasannya : agar Anggodo tidak menjadi sasaran kemarahan Resi Subali.

Sugriwo tidak legowo melihat abangnya jadi raja. Apalagi ketika dilihatnya kakaknya bersanding dengan Dewi Toro yang dicintainya. Ia selalu men-cari2 jalan bagaimana menggusur kakaknya dengan beroposisi. Lama kelamaan Sugriwo tidak tahan tiap kali dihajar kakaknya dan memandang kekasihnya dikeloni abangnya. Akirnya Sugriwo mbalelo dan bergerilya digunung Reksomuko, berusaha untuk menumbangkan kakaknya. Tetapi upayanya sia2. Subali terlalu kuat untuk ditumbangkan. Ber-tahun2 hidupnya di-kejar2 pasukan Poncowati. Kadang2 Resi Subali memimpin sendiri pengejaran gerilyawan Reksomuko.

Sepeninggal Sugriwo keadaan pemerintahan jadi lebih tenteram. Gangguan gerilyawan tidak begitu terasa. Pemerintahan se-hari2 diserahkan kepada Kapi Mendo yang agak dungu. Subali lebih berkonsentrasi ke kependetaannya. Kasatrian Kiskendo dirombak lagi menjadi sanggar pamujan bagi Resi Subali.

Selama pemerintahan Resi Subali, Poncowati pernah diserang oleh pasukan Alengko. Resi Subali yang soliter tidak suka perang tawuran. Ia menantang duel dengan Prabu Rahwono. Waktu itu Rahwono sedang jumowo, merasa paling sakti didunia ini. Tantangan diterima dan terjadilah duel dahsyat antara keduanya. Kali ini Prabu Rahwono ketanggor. Resi Subali benar2 wanoro digdoyo. Rahwono dikalahkan dan seperti biasanya jika mengamuk Resi Subali menjadi sangat kejam. Rahwono di-banting2 dan nyaris dibunuhnya. Oom Prahasto sampai me-nangis2 mohon pengampunan agar keponakannya tidak dibunuh.

Pada dasarnya kecuali terhadap Sugriwo Subali adalah Resi yang pemaaf. Rahwono diampuni bahkan dijadikan murid. Sebenarnya jika ia mau, Poncowati bisa menjajah Alengko tetapi itu tidak dilakukannya. Ia se-mata2 mempertahankan Poncowati. Begitu juga dengan halnya Dewi Toro dan kerajaan Poncowati. Ia tidak ada niat untuk mengambil. Ia hanya mempertahankan apa yang menjadi haknya. Walau bukan itu yang ia mau. Amisinya sangat prasojo. Ia ingin menjadi Resi. Ia tidak butuh negara, kuasa dan wanita. tetapi garis hidupnya melenceng jauh dari keinginannya.

Ia pusing mengurus negara. Mana ada banjir, kelaparan, dll. Ia harus hidup dengan istri yang tidak dicintainya. Yang dicintainya tidak bisa dinikahinya karena ia mbakyunya.

“ Begitulah ceritanya “ Jembawan mengakiri kisah hidup momongannya. “ Beberapa hari berselang Gus Sugriwo baru saja dihajar lagi oleh Gus Subali. Lihat sampai babak belur begitu “ Jembawan menunjukkan Sugriwo yang terkapar diranjang di infus. “ Kalau tidak dilarikan Anoman, Gus Sugriwo sudah menjadi mumy “.
“ Sekarang Resi Gutomo dimana ? “
“ Sudah swargi. Prabu Iswardono Permono juga sudah swargi. Retno Anjani masih sugeng, mengasuh keponakannya, Kapi Joyo Anggodo di Grasino. Beliau takut Anggodo ternyata anak Gus Sugriwo. “

Bersambung ke Episode 33 : Konspirasi Rojopati

Fragment atau Parwo Kiskendo telah selesai dan disambung ke Parwo Poncowati


ramayana.JPG

ramayana2.JPG

ramayana3.JPG

ramayana4.JPG

ramayana5.JPG

ramayana6.JPG

ramayana7.JPG

II. Parwo Alengko Purwo
18Bilahi karena Birahi
19Kebo ditanduk Gudel
20Rahwono yang Perkasa
21Sesaji Rojosuyo




Episode 18
Bilahi Birahi di Girijembangan




Syahdan, jaman dulu sekali di pulau Srilangka ada beberapa negara kecil2. Seringkali negara2 kecil tersebut saling berperang memperebutkan wilayah. Diantara negara2 tersebut ada negara kecil Alengko dengan Rajanya Prabu Somali. Putri sulung bernama Dewi Sukaesi telah menginjak remaja dan sudah saatnya menikah. Raja Danarjo dari kerajaan Lokapala yang juga di pulau Srilangka tertarik dengan Dewi Sukesi. Kehendak Sang Prabu dilambari motif politis. Ia ingin Alengko dimerger dengan Lokapala.

Dewi Sukesi yang hanya sedikit lebih ayu dari Omah atau Yati Pèsèk punya syarat, ia mau dinikahi asalkan diajari ilmu Sastro Jendro Yuningrat Pangruwating Diyu. Sebuah ilmu yang wingit & pelik. Untungnya Prabu Danarjo anak begawan Dr. Wisrowo yang profesor emeritus kesusastraan dan rektor dari Universitas Girijembangan. Segera dipersilahkannya Woro Sukesi untuk mengikuti kuliah Bopo wiku. Karena anak Raja, Sukesi mendapat keistimewaan kuliah khusus sendiri.

Sebenarnya nilai Sukesi pas2an, kebanyakan C, beberapa C+, dan ada yang C-. selain kuliah Sastro Jendro yang jadi kuliah pokok, Woro Sukesi juga diizinkan kuliah minor. Boleh Fisika Quantum, Kimia, Geografi, dll. Karena kuliah sudah masuk semester III, Sukesi diizinkan masuk ke perpustakaan pribadi Sang Resi. Semua naskah diperbolehkan dipelajari kecuali sebuah kitab yang diberi warna biru. Buku sakral ini bukan untuk perjaka & perawan. Sebagai mahasiswi yang patuh, Sukesi tidak pernah berupaya mempelajari buku tersebut.

Pada suatu malam yang kelam Sang Resi berkenan memberikan kuliah minor. Dititahkannya Sukesi mencari textbook diperpustakaan pribadinya, apa saja yang ingin dipelajarinya. Waktu itu hujan dan banyak angin. Suasananya kekes, mendung dan mulai gerimis. Dengan takut2, Woro Sukesi ke perpustakaan yang terletak jauh dari ruang kuliah pribadi. Ketika sampai diperpustakaan, Hyang Bayu – dewa angin – berkelebat dan pet dian perpustakaan mati. Diluar angin mendesis, gerimis makin deras. Ter-gesa2 Sukesi yang dasarnya penakut sekenanya mengambil sebuah buku. Kemudian ia ber-lari2 kecil kembali ke ruang kuliah pribadi. Takut kehujanan.

Wiku Wisrowo dengan telaten dan penuh kesabaran mengajari Sukesi yang IQnya pas2an. Diluar hujan dan hawa terasa adem. Didalam ruang belajar dian berkebat kebit kena angin. Terpaksa mereka duduk berdempetan agar bisa membaca kitab itu dengan lebih baik. Entah apa yang terjadi, kedua insan yang umurnya terpaut jauh tiba2 menjadi ber-debar2. Nafas menjadi sesak. Buku apa ini, wingit betul ? Embuh, kedua insan itu seolah tidak siuman meneruskan pelajaran dengan lebih nggethu.

Malam makin larut dan kedua insan itu makin asyik. Mereka merasakan sebagian badannya kruget2 abuh (bengkak) padahal tidak ada tawon kemliwat. Ketika sampai tahap ‘praktikum’, nafas makin ter-sengal2 ! Wé ladhalah .....

Sensor .... sensor .... sensor ....

Begitulah kedua insan itu terhanyut meneruskan ‘praktikum’ sampai posisi2 akrobatik. Sampai2 Bopo Resi jatuh krengkangan. Lha, wis kèwut, jé. ‘Praktikum’ dilakukan ber-ulang2 semalaman sampai keduanya kotos2 mandi keringat.

Sensor .... sensor .... sensor ....

Keesokan paginya, guru-murid itu teler kelelahan saling berpelukan dalam keadaan nglegeno (bugil). Betapa kagetnya dua insan itu. Apa yang telah terjadi semalaman ? Blaik, .... ternyata buku yang dipelajari tadi adalah KAMASUTRA atau Kamasaru ! Karena mempelajari Sastro Jendro Yuningrat Pangruwating Diyu, kedua insan itu menemui bilahi (petaka) jadi birahi. Wah, wis kebacut ! Bablaské sisan, pénak jé ! Gara2 Bilahi Birahi, kuliah Sukaesi tersendat karena buntang bunting terus, sampai anaknya enam. Bukannya mendapatkan izasah, malah anaknya pating jredhul.

Dalam Pedalangan, anak2 Sukaesi disebut Komosalah. Dalam versi ini bukan komosalah tetapi komokleru sebab kliru ambil buku saru ! Versi ini bukan versi Srilanka tetapi versi Jln. Paris – Parangtritis dari seorang kawan yang suka glanyongan. Versi Srilangka menyebutkan bahwa Rahwono adalah keturunan Resi Termasyur. Lupa namanya.


Episode-19
Kebo ditanduk gudel


Bukan alang kepalang marahnya Prabu Donopati ketika mengetahui bahwa calon bininya bunting karena dikeloni bapaknya sendiri. Dengan berang Sang Prabu melabrak ayahnya yang trondholo di Universitas Girijembangan. Jedher ! Pintu kantor rektor ditendangnya dengan sekuat tenaga.

“ Bopo wiku, sampéyan ini bagaimana, sih ? Katanya kuliah sastra kok malah muridnya dikeloni ? “
“ Sareh, ngger, silahkan duduk .... “
“ Sudah, nggak usah basa basi, ... biar saya berdiri saja, ... kok malah nyinau yang saru2 itu pripun, Bopo Resi ? “
“ Lha, aku sendiri samasekali tidak nggraito apa2. ... aku kira sedang belajar anatomi bagian sarap2 sensitip ... jebul malah kena bilahi ... eh kleru ... kena birahi “
“ mesthinya sampéyan ini mbok nyebut to, wong sudah kèwut (sepuh). Harusnya berdoa di sanggar pamujan di senjakala usia, menunggu kedatangan Sang Hyang Yomodipati. Kok malah ... “
“ Umur itu dumunung dalam pikiran, ngger. Kalau kita berpikir masih muda maka kita akan serasa masih muda. Kalau kita masih merasa going strong, tidak ada yang bisa ngaru biru. Kulawik, anak Prabu, yang harus sering ke sanggar pamujan bukan yang kèwut2 tetapi justru yang masih muda2 ... “
“ Bopo wiku, saya ini sedang marah. Saya kesini bukan untuk kuliah ... cewek yang masih belasan tahun kok sampéyan keloni itu rak tidak etis to, kanjeng Resi ? Maksud saya, biar saya peram, kok malah sampéan brakoti dhéwé. “
“ aku terima salah anak Prabu. Tetapi ketauilah bahwa yang namanya cinta itu buta. Tidak memandang usia. Bisa saja aku yang sudah kèwut jatuh cinta dengan ABG .. “
“ sudah, sudah, sudah, ... saya tidak butuh wejangan, terus anak2 haram itu piyé ... ? “
“ hus ! Tidak ada yang namanya anak haram. Yang ada ortu haram jadah seperti ané. “
“ Mesthinya anak polah Bopo kepradah atau anak bertingkah bapak lintang pukang. Ini kok kulawik. Bopo polah anak kepradah – babe macem2, anak jadi heboh “
“ Ho’ oh, ya .... “
“ wis, wis, wis, .... tak tigas janggamu ! “

Dengan sepenuh tenaga ditikamkannya senjatanya ke Resi Wisrowo namun sampai berulangkali tetap tidak bisa melukai. Lama kelamaan Sang Prabu Donopati kelelahan sendiri. Donopati merasa sangat malu dengan perilaku ayahnya yang malah ngeloni calon menantunya. Tetapi ia tidak berdaya, wiku Wisrowo terlalu sakti, ia tidak bisa bahkan hanya untuk melukai ayahnya. Akhirnya Donopati putus asa dan ia minta ayahnya membunuhnya karena ia tidak tahan dirundung malu punya ayah seperti itu. Tentu saja Sang Begawan menolak membunuh putranya. Saking marahnya, Prabu Donopati mem-bentur2kan kepalanya ketembok sampai ber-darah2.

Begawan Wisrowo serba salah. Disatu sisi ia sangat mencintai bini mudanya dan ingin mengecap madunya hidup dengan kembang yang sedang mekar itu. Disisi lain ia adalah pendhito yang seharusnya malu bersikap seperti itu. Ia juga sedih melihat betapa anaknya yang dikasihinya hancur mentalnya. Akhirnya, pupus sudah hati Sang wiku. Ia iklas melepaskan kehidupan sorgawinya dengan bini mudanya. Ia iklas menebus kesalahannya dengan ajalnya. Dengan tenang dicopotnya rompi kebalnya, yang dibelinya di Toko Ramai Ngalioboro. Ia sekarang tidak lagi digdoyo. Kemudian Sang wiku membentak putranya

“ Bocah gembèng ! Begitu saja nangis kayak anak kecil. Itu bukan sikap Raja. Memalukan sekali ! Akupun malu punya anak seperti itu ! Anak gembus ! Ayo, gunakan senjatamu ... bunuhlah aku ... kalau bisa ! “

Ditantang seperti itu, kemarahan Donopati meledak lagi. Dengan sekuat tenaga ditusukkannya kerisnya ke dada ayahnya. Blesss, keris menancap telak didada sepuh wiku Wisrowo. Pabu Donopati terpekur memandang jenasah ayahnya. Ia tidak menduga kejadiannya akan seperti itu. Semula ia hanya berniat meledakkan kemarahan dan sama sekali tidak ada keinginan membunuh ayahnya. Tetapi semua berlangsung begitu cepat dan diluar dugaannya. Yang tersisa adalah getun .....


Episode-20
Rahwono yang Perkasa.


Dewi Woro Sukesi punya 6 anak dalam versi Srilangka tetapi saya lupa namanya yang dua, dan peranannya tidak penting. Anak yang paling sulung diberi nama Rahwono, kemudian Kumbokarno, Sarpokenoko dan Wibisono. Sejak meninggalnya suaminya, Woro Sukesi tidak pernah menikah lagi. Janda ini beserta anak2nya dirawat eyangnya, mbah Soma(li) dikraton Alengko dan dimomong oom Prahasto, adik Sukesi. Keempat putra-putri tersebut walau disebut komosalah dalam pedalangan hidup dalam limpahan kasih sayang dan mukti wibowo. Eyang mana sih, yang tidak suka dengan cucu2 yang lucu2 ? Juga dari oom Prahasto bahkan kakak tirinya Prabu Danarjo.



Ketika menanjak dewasa, sosok keempat anak muda tersebut mulai nampak. Gambarannya tidak terpaut banyak dengan pedalangan. Bedanya akan muncul nanti pada ujung cerita, Brubuh Alengko. Rahwono brangasan, pemarah, suka membentak bentak. Sikapnya jauh dari santun, urakan malah. Tidak bisa terinjak bayang2nya. Tidak mau diungkuli. Keras kepala, sulit diajak kompromi, galak, tidak suka dibantah, dan otoriter. Mentalnya mental juara.

Sejak kecil ia sudah menunjukkan sosoknya sebagai gladiator. Ia suka bertarung dan tidak suka kalah. Ia punya naluri membunuh, bersaing dan menaklukkan. Ia predator, lahir untuk memangsa. Ia sangat pemberani, sugih kendel bondho wani, nyaris tidak ada yang ditakutinya. Dewapun jika dilabraknya pasti lari ter-birit2. ‘Seperti macan’ tidak cukup untuk menggambarkan jati dirinya. Ia seperti Tyranosaurus-Rex yang buas. Kemauannya sangat keras dan ia sangat cerdas. Ia pelajar yang sangat gentur belajarnya, terutama bidang militer. Ia sangat berbakat sebagai senopati ing Alogo, panglima perang, atau Generalissimo. Segala macam akademi militer dimasukinya dan ia selalu lulus dengan predikat magna cumlaude.



Gaya hidupnya flamboyan. Ia tidak trimo ing pandum. Suka hura2, poya2, bujono ondrowino. Ia murah hati, nyah nyoh. Ia mencintai keluarganya, ia sangat sayang terhadap adik2nya terutama si bungsu Radèn Wibisono. Tetapi, terhadap musuhnya, ia tidak kenal ampun. Ia hormat terhadap mbah Soma dan oom Prahasto. Ia bukan play-boyo. Walau Raja ia hanya punya istri tunggal, Dewi Mandori (Tari ?) ia sangat memperhatikan jendral2nya. Ia disukai dan dicintai jendral2nya.

Ia Raja religius. Tidak jelas agamanya apa (Siva ?). Terkadang berpakaian kependetaan tetapi lebih sering menyandang ageman perang. Ia sangat menghormati dan patuh terhadap guru2nya.

Anak kedua, buto klentrang klentreng, Dityo Kumbokarno di kasatrian Pangleburgongso. Tubuhnya tambun luar biasa besar. Hobinya makan, angop, bobok, bangun, mangan manèh. Kerjaannya hanya klentrang klentreng sambil rengeng2 disepanjang Malioboro. Ia Yakso lumuh – pemalas dan sedikit terbelakang. Tetapi jika kurdo (ngamuk), gunungpun digasaknya. Raksasa lugu dan tampak dungu ini patuh dengan kakang masnya. Sosoknya akan muncul lebih jelas di episode Rahwono Koplo dan Brubuh Alengko.

Anak ketiga, Sarpokenoko sebagai orang kepercayaan kakandanya. Ia menjabat sebagai menko polkam. Ia genit, dandanannya menor dan suaminya banyak. Namun demikian, ia prajurit wanita yang tangguh. Ada versi lain mengatakan sebaliknya, ia cantik dan santun.

Anak bungsu adalah mas Gun(awan Wibisono), anak mami. Semua orang menyayangi si bungsu manja ini. Tingkahnya sangat santun. Mas Gun yang kutu buku sangat dicintai prabu Rahwono. Ia tidak punya kesaktian apapun karena pada dasarnya ia tidak menyukai kekerasan. Ia adalah administrator par excellence. Diplomat ulung dan negotiator tangguh. Ia punya strategic mind. Sosok dirinya akan tampak jelas di episode Wibisonogate.


Bersambung ke episode 21 : Sesaji Rojosuyo


Walau masih sangat belia, Rahwono memenuhi syarat sebagai Raja di Alengko menggantikan mbah Soma yang sudah kèwut. Oom Prahasto dengan telaten membimbing keponakannya. Rahwono juga keturunan swargi Resi Wisrowo yang mantan Raja Lokapala. Dengan demikian ia juga punya hak menjadi Raja di Lokapala. Namun kakak tirinya, prabu Donopati punya rencana lain. Ia mau putranya sendiri yang madheg Raja di Lokapala. Semula, tujuan politis Donopati meminang Sukesi adalah pinangan politis untuk membuat aliansi strategis Alengko-Lokapala. Rencana ini berantakan karena bilahi birahi, salah comot buku saru.

Rahwono mengutus oom Prahasto supaya tujuan awal aliansi 2 negara diteruskan dengan mengajukan dirinya sebagai Raja dikedua negara. Donopati menampik usulan ini. Ketika jalan negosiasi macet, jalan pedanglah yang dipakai. Terjadilah banjir darah perang antara kedua negara. Prabu Donopati kalah, terbunuh oleh adik tirinya yang muda belia. Semenjak Donopati praloyo, kedua negara digabung. Rahwono kemudian melakukan militerisasi dikedua negara. Alengko menjadi negara facist. Akademi2 militer didirikan. Empu2 pembuat senjata direkrut. Satu demi satu negara2 disekitar pulau Srilanga ditaklukkan. Akhirnya Rahwono berhasil mempersatukan seluruh Srilangka dan Alengko yang semula negara kecil telah menjadi superpower.

Rahwono dinobatkan sebagai Maharaj atau King of Kings dalam sebuah upacara sesaji Rojosuyo. Tarian Tayungan, the dance of victory, diadakan siang dan malam. Sejak itu, Alengko menjadi negara agresor dengan melakukan invasi2 militer ke India selatan yang berdekatan dengan pulau Srilangka. Alengko menjadi suatu emperium dengan jajahan2 dn koloni2nya disepanjang India selatan.

Seperti Temujin, yang kemudian bergelar Jengis Khan, menyatukan Mongolia dan kemudian mendirikan kekasiaran Mongol. Membentang dari China sampai ke Timur Tengah meluluhlantakkan kesultanan2 di Timur Tengah. Seperti kekaisaran Romawi yang membentang sampai ke Inggris Raya. Seperti Alexander yang Agung dari negara kecil Macedonia terentang dari kepulauan Yunani sampai ke Pakistan. Seperti Attila the Hun, Caesar, Charles sang penakluk, dan sejenisnya.

Rahwono mabuk kemenangan dan menjadi megalomania. Terlalu percaya diri, menjadi jumowo, adigang adigung adiguno. Empero Alengko menjadi luar biasa kaya raya karena menerima upeti dari negara2 jajahannya. Kekuatan militer Alengko menjadi mesin perang yang brutal dan ditakuti. Melibas negara2 kecil di India Selatan yang mayoritas wangsa non Arya.

Pada masa ini, Alengko mengalami jaman keemasan. Jajahannya banyak dan menjadi kaya raya. Rahwono di puja2 sebagai bapak bangsa yang menyatukan seluruh Srilangka. Kraton yang megah dan candi2 monumental didirikan pada masa ini. Infrastructur, jalan, irigasi, pelabuhan2, dll dibuat pada jaman keemasan ini.

Diatas langit ada langit mencit dan dibawah jurang ada jurang jero. Expansi Empero Alengko tertahan ketika mencoba menginvasi ke India utara yang dikuasai wangsa Arya. Di Utara Timur ia dihadang Resi Subali, wanoro sakti mondroguno. Rahwono gagal menginvasi Poncowati bahkan keok oleh Resi Subali. Oom Prahasto sampai nangis2 minta pengampunan agar Rahwono tidak dibunuh. Beruntung Rahwono tidak terbunuh malahan diangkat murid oleh Resi Subali.

Di ujung lain balatentara Empero Alengkodirojo kalah telak, ambyar dihancurkan oleh wangsa Arya dengan Rajanya Arjuno Sosrobahu von Maospati. Inilah titik balik sejarah Alengko. Alengko sempat jatuh dan beberapa sat menjadi jajahan Maospati. Kisah ini akan kita buka kembali di episode Rahwono Koplo.

Secara singkat, pasang surut Alengko, mengalami fase2 sbb :

Alengko negara kecil dengan Rajanya prabu Somali
Lokapala bedhah, menjadi bagian dari Alengko
Rahwono menyatukan Srilangka, Alengko menjadi sebuah emperium
Empero Alengko melabrak India Selatan
Jaman Keemasan Alengko
Alengko jatuh dan dijajah wangsa Arya, Prabu Arjuno Sosrobahu. Wibisono dijadikan raja boneka Maospati.
Arjuno Sosrobahu terbunuh ronin, Alengko lepas dari penjajahan tetapi Alengko kehilangan jajahan2nya yang dulu.
Alengko menjadi negara damai – Rahwono ketemu Sinto
Perebutan kekuasan antara Indrajid bin Dosomuko vs oom Wibisono. Alengko retak didalam.
Kasus Wibisonogate : pengkhianatan G30S, eh ... Wibisono.
Brubuh Alengko – Alengko diluluh lantakkan pasukan Poncowati.
Perang Saudara (Civil War) di Alengko, Wibisono vs keturunan Rahwono.
Alengko Binangun. Oom Wibi membangun kembali Alengko yang porak poranda.

Sejak ketemu Sinto, kebuasan dan kebrutalan Rahwono turun jauh. Ia adalah mantan penyamun. Seperti Markus Anthonius yang ‘dilemahkan’ Cleopatra.



Ramayana (Sri Lanka Version)
sumber: http://groups.yahoo.com/group/seni-wayang

wayang8.JPG

wayang9.JPG

wayang7.JPG

II. Parwo Jantoko
10Janda di sarang penyamun
11Si Molek dan Si Penyamun
12Julang Pilar Hitam
13Sarpokenoko Grumpung
14Dada yang membara
15Pitam di Manthili
16Sinto Ngèngèr
17Jatayu Kamikaze


Episode 10
Janda di Sarang Penyamun


Begitu masuk Dewi Sinto langsung diinterogasi Dityo Kolo Marico.

“ eiiiit .... ini ada cewek nan cantik jelita, ... siapa kau, dari mana asalmu, ngapain kesini ? ... mana ktp, sim, paspor, visa, izin kerja, daftar riwayat hidup, ppn, pajak, ... dst ... dst “
“... Tumbaaaaas ... Aku kesini mo beli bakpya pathook ... Kamu siapa ?“


“ eiiiiit ... disini tidak ada bakpya pathook, adanya minyak tanah, mau ? Saya Dityo Kolo Marico van der Alengko Dirojo. Siapa kau ?
“ Wo, kamu Kolo Wahing, to ?
“ eiiiit ..., wahing ?
“ Lha, Mrico itu rak bikin wahing, to ? Aku Dewi Woro Sinto binti Janoko von Manthili “
“ eiiiit ..., putri Prabu Janoko, to ? .... monggo ... monggo ...
“ Kamu tahu keadaan Manthili ? “
“ eiiiit ... tahu. Intelejen saya melaporkan keadaan Manthili sedang krisis ekonomi !
“ sik, siapa bossmu .... ?
“ eiiiit ..., Sarpokenoko menko polkam itu boss dan istri saya. Rajanya ratu gung binatoro yang menguasai hutan ini Prabu Rahwono.”
“ Apakah kita bisa berbicara dengannya ?
“eiiiit ..., kebetulan, dua-tiga hari lagi mereka akan datang. Silahkan tinggal di dalem Kolo Marican, gusti Dewi“
“ Bagus, aku mau buat political deal dengan sang Prabu ... “

Mengetahui keadaan Manthili sedang susah darah negarawan Sinto terusik. Ia tahu bahwa Alengko adalah negara facist adidaya yang sangat kaya raya.

Beberapa hari kemudian datanglah penguasa rimba Jantoko, maharaja Prabu Rahwono dengan diiringi oleh adiknya, Dewi Sarpokenoko. Prabu Rahwono tubuhnya tinggi besar dengan badan gempal penuh otot pating pethekol mirip Ade Rai, Arnold Schwarzneger, atau the Rock. Lehernya leher beton dengan rambut gimbal terurai krembyah2. Prabu Dosomuko adalah raja pemarah – bludregan. Ia tidak bisa dibilang tampan. Rahangnya pesegi kukuh yang justru memancarkan citra jantan. Matanya mudah melotot. Jika bicara seperti mem-bentak2 dan selalu diikuti dengan sumpah serapah. Jika berjalan selalu menghentak hentak bumi sampai serasa ada gajah lewat. Raja gung binatoro ini sangat pd, nyaris megalomania.

Sarpokenoko adalah wanita militer. Tubuhnya juga tinggi besar. Dandanannya menor dan suaminya banyak. Poliandri umum diwaktu itu. Di Mahabharata Dewi Drupadi atau Dewi Pancali bersuamikan lima orang. Kol. Marico adalah salah satu suami Sarpokenoko.

Setelah dikenalkan dan basa basi, Sinto mulai bicara
“ Prabu Rahwono, izinkan saya bicara ‘
“ Mau apa kau ! “ Dengus bernada bariton keluar dari rahang kukuh Rahwono.
“ Negara saya miskin, kanjeng Prabu. Saya hendak minta bantuan. Sebagai imbalan, negara kami akan menyerahkan pangkalan militer “
“ Mengapa harus membantumu, hah “ Sang raja ganas bereaksi “ Tak gempur negaramu jebol ! “ Rahwono menggeram menunjukkan jati dirinya sebagai makluk ganas. Sinto yang selama ini dirundung nestapa mendapat kesempatan untuk melupakan pedih hatinya. Ia tertantang menjinakkan si buas.
“ Kanjeng Prabu tidak perlu menggempur negara saya yang miskin dan lemah. Mengapa tidak menggunakan modus operandi yang lain ? “ Sinto tersenyum manis. Ia menyukai peranan barunya. Kemanapun ia pergi selalu dilelo lelo seperti golek emas. Tidak ada seorangpun mengijinkannya bekerja keras. Sekarang ia harus meyakinkan si Penyamun. Ia menyukai peranan barunya. Semangatnya ma-kantar2. Disisi lain sang maharaja ter-heran2 ada makluk lemah dan rapuh ngèyèl. Ia selalu berhadapan dengan raja2 dan satria2 perkasa dan berujung dengan lutahing ludiro (banjir darah). Sekarang berhadapan dengan wanita. Raja besar yang kuper dengan wanita jadi kikuk. “ Modus operandi apa ? “
“ Nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasoraké, dan sakti tanpo aji “ Sinto menyembah takjim. “ Opo kuwi, ndhuk ? “ Rahwono mulai tertarik. Ndhuk ! Sinto nyaris berteriak kegirangan, nada ndhuk-nya nada kekeluargaan. Si Penyamun sudah tidak lagi melihat dirinya sebagai mangsa ! Diusapnya keringat dingin di keningnya.


Episode 11
Si Molek dan si Buas
Beauty & the Beast


“ Selama ini baginda selalu mengerahkan wadyo bolo pirang2 bergodo, menang dengan mengalahkan dan selalu ngagem aji2 “ Sinto mengerahkan kasudibyan salesmanshipnya. “ Sekarang kita coba menaklukkan tanpa wadyo bolo, tanpa aji2, dan tanpa menyakiti warga sana, bisa tidak “ Sikap Sinto mengusik “ Selama ini gusti Prabu selalu memakai modus operandi lutahing ludiro, sekarang kita coba modus baru, kanjeng Prabu “ Wajah sangar Rahwono meredup, ia menyimak kata2 Sinto dan Sinto mulai berkicau. Saat itu Sinto merasa bebas, lepas dari suami yang tidak mencintainya. Ia menjadi dirinya.

“ Kanjeng Prabu sugih kendel bondho wani. Itu memang perlu tetapi tidak cukup “
“ Opo manèh ? “
“ Sugih pétung bondho kaweruh. Kaweruh itu digembol ora metosol, diguwak ora gemrosak “
“ Wuik, opo kuwi, ndhuk “
“ ... ihik, hik, hiiii hikk ... saya juga tidak tahu ... cuma mbagusi kok ... hik hik ...“ Sinto terkikik sambil menutupi mulutnya. Wajahnya tampak naif dan manis. Seperti bocah ketahuan bohongnya. Sang Raja ter-bahak2 dikerjain gendhuk itu.



Kemudian pembicaraan bergeser, Sinto mulai bicara tentang dunia kecilnya dihutan kemarin. Tentang kembang Sepatu, Menur & Kenongo, burung Bekisar, bahkan tok-érok dengan matanya yang seperti kelereng. Dengan mata berbinar diceritakannya sayap2 bening bandhempo yang seperti kain sutra. Sampai larut malam.

Pada hari yang lain Sinto bicara tentang Jongko Joyoboyo, tentang serat Purbojati, tentang ngelmu bejo Ki Ageng Suryo Mentaram. Lalu ke Timur Tengah. Dilantunkannya aporisma Kanjeng Resi Kahlil Gibran. Tentang butir2 pasir dan buih2 dilaut, tentang hampa, sunyi dan senyap. Kadang digelorakannya puisi dari entah berantah.

Selama ini dunia Rahwono adalah dunia satu dimensi. Selalu tentang darah, darah, dan darah. Malang melintang dari satu medan laga ke medan tempur lainnya, Dalam keriuhan ringkik kuda, deru campur debu, lolong kematian, sumpah serapah. Tentang bagaimana meretakkan rahang lawan. Tentang bagaimana menebang leher musuh. Tentang bagaimana memporakporandakan pertahanan lawan. Dunia lutahing ludiro ... bau anyir mengikuti kemana Raja beringas ini pergi. Kini Sang Penyamun teretegun melihat dunia lain. Dunia yang tak pernah dijenguknya. Tentang Semprang yang ekornya njeprik, tentang anak2 bebek yang namanya minthi.

Kemudian tentang Ronggowarsitan; tentang Kolotidho, Kolobendu, dan Kolosubo. Tentang Unining Uninang Uninong Syech Siti Jenar. Sang Maharaja tergugah; ia melihat dimensi lain selain genangan darah merah. Ia mulai menyukai kicauan si burung Pipit kecil mungil, si gendhuk Sinto. Gendhuk mungil itu menghadirkan pelangi dalam hidupnya.

Disisi lain, rasa bombong merayap dihati Sinto. Berbulan di alas Dandoko serasa tidak punya arti. Di Jantoko ia melakukan peranannya nyaris sempurna. Negotiator par excellence ! The beast nyaris dijinakkannya, ia tidak lagi buas. Harga dirinya membubung naik. Mendung yang menyaput wajahnya tersibak sampai sumeblak. Kecantikannya kembali mencorong seperti bulan moblong2. Semua orang terpesona oleh kecantikannya tetapi si buas ini tidak. Ia sudah tuwuk dengan gadis cantik. Baginya, mencari gadis ayu semudah memijit buah Ranti. Ia lebih menyukai kicauannya dan Sinto sangat berbahagia dengan sorot mata menyanjung dari si buas. Hati Sinto ber-bunga2. Ia merasa bebas, seperti burung terbang diangkasa melayang-layang. Sinto menjadi sedikit liar.

Malam itu bulan purnama. Sinto & Rahwono bercengkerama berdua dipinggir sebuah sungai. Entah apa yang sedang terjadi, mungkin Bathoro Eros sedang lewat disitu. Atau Sinto ikut2an meminum anggur Sang Penyamun yang membuatnya sedikit pusing. Suasana begitu indah dan Sinto tergerak untuk mengramasi rambut Sang Penyamun yang gimbal dan krembyah2. Sang maharaja manut, ia telentang dipinggiran pasir kali yang basah. Dibiarkannya gendhuk mungil itu membasahi rambutnya. Sambil berdendang, Sinto mengeramasi rambut Sang prabu. Kemudian dibasuhnya muka Sang Raja sambil tiap kali membetulkan kemben yang lobok. Kemben pinjaman mbakyu Sarpokenoko kedodoran. Selalu mlotrak mlotrok.



Episode 12
Julang Pilar Legam


Lama2 Sinto gregeten. Kemben akirnya ditanggalkannya dan ia bertelanjang dada. Sepasang cengkir gading yang indah bergelantungan dengan bebasnya. Sinto membasuh leher Rahwono, kemudian kebawah, mengusap badan Sang prabu yang penuh bulu. Badannya bergoyang dan terkadang sepasang cengkir gading itu berayun-ayun menyapu badan Rahwono. Ketika membasuh lengan, telapak tangan Sang Raja dilekatkannya ke dadanya.

Ketika sampai kepinggang Sang Raja, tanpa wigah wigih disingkapnya kain Rahwono. Janda muda itu terkesiap nyaris terpekik. Ada pilar menjulang tegak. Seperti batu gilang hitam legam. Besar. Untuk sesaat Sinto terpana dan terasa darahnya berdesir. Diambilnya segayung air dan disiramnya pilar hitam itu. Kemudian diusapnya pilar itu. Jari2 lentiknya tampak mungil menyusuri pilar yang menjulang seolah menuding indahnya Sang Ratri. Lalu dikecupnya mahkota pilar itu. Seolah mengecup sekuntum mawar. Bukan mawar merah atau putih, mawar hitam. Mulutnya tampak kecil, apalagi ketika pilar itu masuk kemulutnya. Beberapa saat pilar itu diantara kemungilan jari2 lentik dan mulutnya. Lalu didekapnya pilar itu kedadanya. Pilar itu terasa hangat. Dan putik sepasang cengkir gading itu merona ke-merah2an. Tiba2 Sinto merasa ada yang basah mbrebes mili dari dirinya, dan hangat. Sembari berdiri dibukanya kain yang menutup tubuhnya. Ia kini berdiri tanpa sehelai benangpun dan rembulan membuatnya seperti bersinar gilang gemilang. Rahwono memandangi tubuh mungil indah itu. Dan pilar legam itu terangguk-angguk, seolah memengagumi keindahan tubuh molek itu.

Sinto merebahkan badannya kepaha Rahwono. Seperti cecak ia merayap ke tubuh Dosomuko yang terlentang. Pelan2 keatas sambil menciumi seluruh tubuh Sang Penguasa rimba Jantoko. Cengkir gadingnya menyusuri tubuh Rahwono yang penuh bulu. Dua2nya tergetar. Terasa bagai ada dua butir kerikil diujung cengkir gadingnya menyentuh tubuh Sang Raja. Akirnya Sinto sampai keatas, nafaspun menderu. Dikecupnya pipi Sang Penyamun dan kemudian didapatnya mulut Sang Raja. Desah nafas keduanya makin menderu. Tangannya me-raba2 mencari-cari pilar itu. Antara gairah dan sedikit takut karena pilar yang kelewat besar Sinto ... sensor ... sensor .... sensor ....

Sekian lama ia menikah, Sinto tidak pernah merasakan dirinya begitu nikmat. Suksmanya serasa terbang melayang ke awan. Selama ini ia merasakan suami yang setengah hati, yang stereo. Dengan pilar yang juga setengah hidup. Seperti plembungan kurang angin. Kini ia merasakan tenaga sebatang pilar legam. Tubuh Sinto meregang, bergetar dan denyut2 itu terasa nikmat. Ahhhhh .... , akirnya Sinto terkulai meringkuk didada Rahwono dan akirnya tertidur pulas. Sinto bermimpi seolah berjalan diantara awan diiringi ribuan tok-érok kesayangannya.

Baru kali ini Rahwono merasakan seorang perempuan begitu bergairah kepadanya. Selama ini yang dihadapinya adalah perempuan2 yang ketakutan. Yang terpaksa melayaninya. Ah, Pipit kecil, sukakah kamu denganku, Raja penyamun ? Ia membatin. Dilihatnya Sinto yang meringkuk tertidur dengan senyum tersungging. Pipit kecil yang malang, mengapa kau blusukan dibelantara ini ? Rahwono mengusap tubuh mungil itu dan berkata dalam hati. Apa yang kau inginkan, ndhuk ? Katakan, ndhuk. Kubuatkan Taman Asoka dari taman kadewatan untukmu. Yg ada tok-éroknya, ya ndhuk. Pelan2 dibopongnya burung Pipit mungil itu pulang.

Sebuah pemandangan yang kontras. Si molek dan Sang Penyamun. Yang satu meninggalkan jejak2 berdarah, satunya tak pernah bersua dengan kekerasan. Yang satu belia, baru belasan tahun. Satunya sudah bangkotan, bahkan lebih tua dari ayahnya. Yang satu menebar aurora sangar, satunya membiaskan keindahan. Dan ...., putik2 cintapun bersemi diantara kedua insan itu.

Sinto mendhem jero, wewadi penyimpangan sex Romo & Lesmono tidak dibuka kepada Rahwono. Ia hanya mengatakan tidak berbahagia dengan Romo dan minta pegat. Sinto minta bantuan Rahwono untuk menyampaikan talak-3. Permintaan2 Sinto dipenuhi. Yang pertama Kolo Marico diutus untuk menyampaikan kehendak Sinto untuk bercerai. Menyampaikan talak tiga. Kedua Sinto minta bantuan mbakyu Sarpokenoko untuk menemukan Lesmono dan mengembalikannya kepada kakaknya. Sinto dan Prabu Rahwono akan ke Manthili melaksanakan usulan Sinto tentang pangkalan militer dan bantuan keuangan.


Episode-13
Sarpokenoko Grumpung


Di Alas Dhandhoko Romo sedang kalang kabut, istrinya hilang. Pondok morat marit dan ada banyak sekali bekas2 lutung, kera, bedhès dan semacamnya. Romo tidak tahu bahwa nawolo yang ditinggalkan Sinto telah diambil lutung2 mbeler. Mungkin dimakan lutung2 trondholo itu atau binatang lain. Beberapa hari ia menjelajahi seluruh hutan mencari cari istrinya tanpa hasil. Romo me-nebak2, apakah Sinto diculik emban Mantoro ? Tidak, tidak ada jejak2 kaki orang disitu. Atau purik ? Romo berharap begitu, mungkin Sinto tidak tahan hidup miskin di hutan dan minggat pulang. Syukurlah jika begitu, Romo iklas dan bertekad akan menjem

putnya jika ia sudah mukti wibowo lagi. Tetapi ia kuatir istrinya tersesat. Terlintas dalam benak Romo, bagaimana jika diculik Gandarwo2, Wewe2, dan Banaspati bala tentara Bhatari Durgo alias Gèdhèng Permoni von Kasetran Gondomayit ? Wé, lhadalah ... ! Romo mulai panik. Dengan segera ia matak aji, sedheku bertapa untuk kontak dengan Setro Gondomayit (karang semerbak bau mayat), papan segala makluk halus.

Dityo Kolo Marico misuh2 doncak dancuk. Masa Kolonel telik sandi disuruh menceraikan orang. Talak tiga, lagi. Itu urusan KUA, bukan urusan intelejen ! Byangané ! Namun, ia militer, harus patuh menjalankan perintah atasan, apapun perintah itu. Tradisi jurit, ia tidak boleh pulang sebelum tugas selesai. Dengan mudah Kolonel itu menemukan pondok Romo. Disana dilihatnya seorang pemuda tampan sedang samadi. Raut mukanya keruh dan siap meledak karena panik. Marico mbatin : wah, harus hati2. Kalau datang2 mak jedhul harus ngasih tahu bininya kasih talak 3, malah gué yang dijadikan sasaran. Ini pemuda digdoyo, ntar palé gué benthèt. Setelah ber-pikir2 Kolo Marico memutuskan merubah dirinya jadi kijang Kencono yang jinak agar bisa menunggui Romo dari dekat tanpa mengundang kecurigaan. Nanti kalau keadaan sudah aman, barulah akan disampaikan berita buruk itu. Tetapi Kolonel itu lupa sesudah malih rupa, tidak memakai parfum !

Romo yang sedang semadi mengendus bau Dénowo. Ada Kijang Kencono didepan matanya tetapi baunya kok Denowo ? Romo curiga, jangan2 kewan ini jelmaan prajurit Setro Gondomayit yang menculik Sinto. Dengan segera dikejarnya Kijang itu. Kolo Marico kaget dan lari nggenjring. Sampai ter-engah2 Romo tidak berhasil menangkap Kijang itu. Lama kelamaan ia menjadi gemas, dipanahnya kewan mencurigakan itu. Kena dan Dityo Kolo Marico meraung kesakitan. Raungan kematiannya begitu keras membahana sampai terdengar diseantero rimba.

Disisi lain dari hutan Sarpokenoko berhasil menemukan Lesmono sedang terpekur semedi memejamkan mata. Dengan bergegas paha Lesmono akan ditepuknya. Namun, belum sempat niatnya tercapai terdengar raungan kematian suaminya. Saking kagetnya, Sarpokenoko menepuk paha terlalu keras. Lesmono terbangun dari semedinya karena mendengar raungan Kolo Marico. Belum pulih dari kagetnya mendengar raungan, tiba2 didepannya ia melihat raseksi dan memukul pahanya dengan keras. Secara reflex Lesmono bereaksi menampar si raseksi. Sarpokenoko yang ditampar mukanya spontan membalas – plok ! Tanpa sempat berbicara keduanya tiba2 terlibat dalam pertarungan. Sarpokenoko konsentrasinya buyar kuwatir dengan keadaan suaminya. Karenanya dengan mudah Lesmono berhasil menjiwit hidung Sarpokenoko dan diplintirnya sampai grumpung. Karena mengkhawatirkan nasib Kolo Marico, Sarpokenoko gelisah dan melarikan diri sambil me-raung2 kesakitan. Ditengah jalan ia baru menyadari bahwa hidungnya grumpung. Sebagai wanita, ia lebih kawatir dengan hidungnya dari pada memikirkan suami dan tugasnya. Ia berbalik arah tidak menuju ke pondok Romo tetapi kembali ke DOM Jantoko supaya bisa mengobati hidung grumpungnya.

+ sik, sik, sik, ki Dhalang
- opo Jo ?
+ Lesmono itu laki2, kok njiwit hidung ?
- Artiné opo ?
+ Yang jiwitan itu hanya perempuan, to ?
- Lho, kok pinter kowé Jo ...

Gambar Romo memanah Kijang Kencono


Episode-14
Dada yang Membara


Selendang Sinto yang seharusnya diberikan kepada Lesmono sebagai bukti bahwa ia utusan Sinto ketinggalan. Lesmono menemukan selendang itu jadi bingung. Pertama terdengar raungan kematian, tahu2 ada Rakseksi menyerang, dan sekarang ada slendang Sinto disini. Ada apa ? Jangan2 ada masalah di pondok Romo ? Dengan bergegas Lesmono menuju pondok Romo.

Lesmono akhirnya bertemu dengan Romo yang sedang kebingungan memandangi bangkai Kijang yang telah malih kembali keasalnya menjadi Diyu. Ke-dua2nya me-nebak2. Yang dicurigai pertama adalah emban Mantoro. Tetapi kemungkinan ini ditampiknya karena mereka tahu emban Mantoro tidak punya andhahan Dénowo. Mayat Yakso ini memakai ageman jurit tetapi tanpa identitas. Kolo Marico adalah tentara intelejen, yang selalu menyembunyikan identitasnya. Mereka menganalisa sampai pusing tetapi sama sekali tidak mendapatkan petunjuk. Sinto hilang lantas ada raksasa malih rupa jadi kijang dan mati sebagai tentara tanpa identitas. Kemudian ada raseksi menyerang Lesmono sambil membawa selendang Sinto. Kesimpulannya hanya satu : Sinto diculik ! Yang nyulik pasti suatu organisasi, kemungkinan dari negara lain. Siapa dan dari Negara mana ? Apa motivasinya ? Sama sekali tidak terlintas dibenak kedua satrio itu bahwa Sinto minggat minta pegat. Dengan adanya bukti2 ditangan, kemungkinan Sinto purikpun mereka tepis jauh2.

Tiba2 kakak beradik itu menyadari betapa mereka saling merindukan. Dengan penuh perasaan Romo membelai adik kinasih. Dikecupnya kening Lesmono, didekapnya kekasihnya seolah tak akan dilepaskannya. Seumur hidupnya. Dikecupnya bibir Lesmono dan nafaspun makin menderu ..... sensor ... sensor ... sensor ... Lesmono tersenyum dan samar2 dekik dipipinya muncul. Ia kemudian merebahkan diri ..... sensor ... sensor ... sensor ... Hari2 kemudian menjadi terasa manis bagi sepasang kekasih ini. Tiada lagi wajah mbesengut Sinto. Mereka muncul dalam jati diri mereka yang paling sejati. Tanpa perlu bersikap lamis.

Dihantam petaka beruntun, terjungkal sebagai calon Raja, putus kasih dengan Lesmono, kehilangan istri, mendengar berita bahwa ayahanda tercinta sudah meninggal membuat Romo makin dewasa. Romo kini bukanlah Romo yang dulu, yang hura2 dan poya2 sodom sana sodom sini. Romo sekarang adalah pria matang.

Romo marah kehilangan istrinya. Bukan karena sangat mencintai Sinto tetapi harga dirinya sebagai pria terinjak. Siapa berani mencuri Sinto dari sisinya ? Kemarahannya juga makin menguat terhadap emban Mantoro yang mendepaknya dari singgasana. Seandainya ia tidak terpental dari singgasananya ia tidak harus menanggung malu kehilangan istri. Adrenaline pemuda bermental baja ini mulai mendidih. Ia bersumpah akan mencari istrinya sampai keujung dunia. Siapapun pencurinya ia akan berhadapan dengannya. Romo menengadakan mukanya dan telunjuknya menuding langit. Ia berteriak lantang, ... emban Mantoro ! Tunggulah titi wancimu ! Kemudian ia tengadah seolah menantang langit ... yang menculik Sinto, tunggulah kematianmu !

Bumi gonjang ganjing, langit kethap2, ... blah , ... blah, .... blah, ... Ong ... ing ... oooooooooong ...

Romo dan Lesmono berjalan dan berjalan mengembara sambil memadu kasih. Mereka telah meninggalkan alas Dandoko dan berjalan menikmati indahnya hamparan didepan matanya. Dibalik penampilan pemuda bersahaja ini, bara didada makin membara. Sebenarnya ia tidak beda dengan Rahwono. Ke-dua2nya Predator, punya naluri untuk bertarung. Dua2nya sang penakluk. Bedanya, Rahwono Gladiator nglegeno – tiap orang bisa dengan mudah mengenali bahwa ia gladiator hanya dengan melihat fisiknya yang mirip penyamun. Romo adalah Gladiator elegan. Tampan, bersahaja, dan santun.

+ Ki, .... bukankah supoto Sharwono sudah selesai dengan wafatnya Prabu Dosoroto
- Apa maksudmu ?
+ Mestinya penyimpangan sexual kedua satrio itu sudah pupus, bukan ?
- Ya ?
+ Sesudah supoto, Lesmono tetap wadhat dan Romo sebelum menemukan Sinto tidak juga menikah. Sesudah ketemu, rujuk, lantas cerai, Romo tetap tidak menikah lagi. Artinya homosexualitasnya tidak sembuh, Ki
- Terus ?
+ Artinya, kedua satrio itu begitu bukan karena supoto ! Mereka memang dari sononya begitu. Romo Lesmono itu kisah cinta abadi, Ki.
- Kok pinter kowe, Jo
+ Masa Sinto bersama Romo pendek sekali. Katakan 3 tahun sebelum ditundung. Sesudah itu pisah 15 tahun lamanya. Rujuk hanya sebentar, mungkin 5 tahun. Jadi total hanya 8 tahun. Pertanyaan, dimana keagungan kisah cinta Romo-Sinto ?
- Embuh

Episode 15
Pitam di Manthili


Di dalem Kolomarican Sarpokenoko meradang. Diperintahkannya seluruh jajaran DOM Jantoko untuk mencari kedua satria dan mencari jenazah Komandan Kolo Marico. Bahkan dikerahkan juga sekutunya, pasukan Setro Gondo Mayit. Dipimpin oleh Dityo Kolo Gondobahu yang mengerahkan segala lelembut, Gandarwo, Wéwé, Wedhon, Lampor, Banaspati, Kuntilanak, Sundel Bolong, juga Sundel Kramtung. Juga si manis jembatan Ancol, Drakula, Frankestein, dll. Seluruh alas Dhandhoko disisir; jika ketemu orang diinterogasi, disiksa, ditempilingi supaya menunjukkan kedua Satrio itu. Sambil me-lolong2 kesakitan, Sarpokenoko meninggalkan Jantoko menyusul abangnya yang sudah di Manthili bersama Sinto.

Sepanjang jalan Sinto-Rahwono bak pengantin baru. Sinto makin merasa berbahagia, ia tidak saja bisa melepaskan diri dari hari2 menyakitkan di Dandoko tetapi ia menemukan seseorang yang diimpikan. Berkuasa, kaya raya, gagah perkasa dan mencintainya. Dan ngejreng.

Prabu Janoko nyaris pingsan ketika mengetahui putrinya datang bersama wajah sangar yang sudah dikenalnya : Raja penyamun. Anehnya, wajah Sinto tampak semringah dan Sang Rahwono berjalan gontai, seperti Singa kekenyangan. Betapa lega hati Prabu Janoko ketika diketahuinya bahwa Rahwono tidak bermaksud jahat. Setelah melepas rindu dengan orang tuanya, Sinto munjuk atur

“ Kanjeng romo, saya telah pegatan dengan Radèn Romowijoyo “ Sinto mendhem jero. Wewadi kehidupan bisex Romo disimpannya rapat2. “ Talak tiga sedang disampaikan Kolonel Kolo Marico. Diperjalanan saya ketemu dengan kanjeng Prabu Rahwono yang bersedia menjadi IMF menggantikan Ayudyo. Tadi sempat mampir ke kedutaan Ayudyo. Kami ditolak masuk tetapi Prabu Rahwono memaksa, prajurit itu dibanting sampai mecèdhèl. Duta besar dijewer sampai kupingnya kawir2. “
“ Wah, nanti kalau Ayudyo menyerang Manthili, bagaimana ? Parabu Janoko kuatir
“ Pak Dubes sudah di-wanti2 utang Manthili supaya ditagih ke Alengko Dirojo “
“ Wah, wah, wah ... “ Prabu Janoko geleng2 kepala. Mana berani ?

Belum lepas dari kagetnya, Prabu Janoko dikejutkan raungan Sarpokenoko yang datang dan me-lolong2 hidungnya grumpung. “ Duh, duh aduh ... Kakang Prabu hidung saya grumpung ... “
“ Siapa berani menyakitumu, hah “ Rahwono naik pitam
“ ... dipithes Lesmono ... dan Kolo Marico dibunuh Romo ...“
“ Kurang ajar ! “ Raung sang Raja dan ia bergegas hendak melabrak tetapi Prabu Janoko dengan sigap menahan Rahwono.
“ Nanti dulu, sarèh ... sarèh ... Kakang Prabu, biarkan para prajurit mencarinya dulu, lantas kita tanyai mereka. Bukankah sudah diperintahkan demikian ? “ Janoko memandang Sarpokenoko.
“ Betul ... “
“ Sebagai Raja Gung Binatoro, tak layak Kakang Prabu Rahwono mengurusi kedua orang itu. Bukankah mereka derajadnya sudah bukan lagi Ningrat ? Mereka tak lebih dari kéré yang klèlèran dirimba raya. Jangan sampai kewibawaan jatuh, Kakang Prabu. Mereka bukan level Kakang Prabu. “ Mati2an Prabu Janoko mencoba menyelamatkan anak2 swargi (almarhum) Prabu Dhosoroto, temannya. Jika sampai Rahwono melabrak, kedua satria itu pasti menemuai ajalnya.

Dilantai, Sinto ndhéprok tertunduk. Hatinya nglangut dan tiba2 ia merasa sangat bersalah telah meninggalkan dharmanya sebagai sisihan. Ke-dua satrio itu tak ada sedikitpun punya niat buruk kepadanya. Mereka memenuhi kewajiban2nya dengan baik. Mungkin Romo membunuh Kolo Marico karena kaget dan karena dengan Lesmono mereka punya hubungan tali batin yang seperti telepati, Sarpokenokopun kena getahnya. Membayangkan kedua satrio itu di-uber2 tentara DOM Jantoko dan Kasetran Gondo Mayit, Sinto menjadi nelongso. Sambil menangis sesenggrukan dipeluknya kaki Prabu Rahwono yang sedang naik pitam.

“ Kanjeng Prabu, saya mohon jangan menempuh jalan kekerasan. Jika memang kangmas Romo tidak iklas melepaskan saya, ia pasti kembali kesini. Jika kesini lebih baik kita pegatan baik2. Kita bisa pakai Adnan Buyung atau Mulya Lubis untuk menghadapi gugatan mereka. Tidak ada masalah pembagian harta dan anak karena kami tidak punya apa2 “ Sinto menyeka air matanya. Ia sedih, pernikahannya berujung dengan kisruh. Melihat keadaan Sinto yang memelas kemarahan Rahwono padam.


Episode-16
Sinto Ngèngèr.


Sedang sibuk begitu, paseban digegerkan lagi dengan datangnya Kyai Banaspati, dengan rambutnya yang menyala mubal2. Langsung menghadap ke prabu Rahwono“ Gusti, kedua orang itu sudah tidak ada lagi di Dandoko. Apakah kita akan mencari sampai diluar Dandoko ? “
“ Tidak, bubarkan pasukan. Misi telah selesai. “ Dengan tegas Rahwono bertitah.
“ Sendiko, magito gito lumaksono .... “ Dan Banaspatipun menghilang dari pandangan.

Untuk sesaat suasana hening. Tiba2 Sinto ingat mbakyu Sarpokenoko. Segera ditubruknya kaki Sarpokenoko sembari sesenggrukan meminta maaf. Sarpokenoko meradang ;
“ Nih, lihat hidungku grumpung, piyé iki, hah ! “
“ Jangan kuatir mBakyu “ Janoko menukas “ Di RI banyak ahli bedah plastik, kita panggil mereka datang “

+ Sik, Ki Dalang
- Opo ?
+ Bukankah Sarpokenoko itu tidak tedhas tapak paluning pandhé sisaning gurindo ?
- Terus ?
+ Lha, alat2 kedokteran putung semua, dong.
- Terus ?
+ Dipermak pakai Ketok Mejig Blitar saja
- Yoh ...
+ Di kenthèng, Ki
- Hè’ èh.

Lebih dari sebulan lamanya mereka menunggu tetapi Romo & Lesmono tidak menampakkan batang hidungnya. Manthili tidak mengetahui bahwa kedua satria itu mengira Sinto diculik dan mereka berjalan kearah yang salah, makin menjauhi Manthili. Semenjak kedatangan Rahwono, keadaan ekonomi Manthili membaik. Proyek2 yang ter-katung2 berjalan kembali. Berbeda dengan IMF RI yang rewel, Rahwono yang sedang wuyung lebih nyah nyoh. Proposal apapun yang diajukan selalu distempel dengan ‘Yoh”. Sinto sangat bangga telah berbuat bagi negaranya. Kini Sinto sudah gemebyar dengan mas picis rojobrono dan sutro dewonggo. Bukan seperti ketika di Dandoko, miskin.

Sinto adalah pewaris tunggal Manthili dan pernikahannya bermuatan politis. Sebenarnya homosexualitas Romo hanyalah dalih bagi Sinto untuk mengganti suami. Ia adalah wanita yang sangat sadar akan kekuasaan. Romo adalah suatu ketidak pastian, sedangkan Rahwono adalah sebuah jaminan. Manthili akan titi toto tentrem karto raharjo dalam perlindungan negara adidaya Alengko Dirojo. Seperti Cleopatra yang menyerahkan tubuhnya kepada Mark Anthony, Mesir mengalami masa2 toto titi tentrem dibawah pengawalan legiun Romawi. Seperti Cleopatra, Sinto tergerak untuk mempunyai anak dengan Rahwono untuk lebih memperkokoh posisinya. Sinto akhirnya ngèngèr ke Alengko Dirojo. Witing tresno jalaran digawé dalangé ngono, kisah ini menjadi kisah kasih Rahwono-Sinto dan Romo-Lesmono, bukan ‘keagungan’ kasih Romo-Sinto.

Dalam versi aslinya, Sinto bersama Rahwono selama 14 tahun ! Masa sih, maharaja yang begitu digdoyo tidak bisa ngeloni Sinto ? Versi Wayang Jowo juga menceritakan bahwa Sinto & Rahwono punya anak, dalam lakon Dhosowilutomo.

Karena Romo dan Lesmono tak kunjung ada kabar beritanya, prabu Janoko akhirnya menikahkan putranya dengan Prabu Rahwono. Sinto diboyong ke Alengko Dirojo. Ketika melintas selat Srilangka, Prabu Dosomuko napak gegono (terbang). Sinto dipondongnya. Selama terbang Sinto pengin main bungee jumping. Dosomuko memenuhi permintaannya, Sinto dilambungkan keatas dan dibiarkan jatuh me-layang2 kebawah. Sinto men-jerit2 ketakutan. Begitu mendekat ditanah, disambarnya tubuh Sinto. Sinto sangat suka dengan bungee jumping ini, minta lagi. Begitu ber-ulang2 mereka main bungee jumping. Pakaian Sinto menjadi modhal madhul tidak karu2an. Rambutnya mosak masik. Salah satu cengkir gadingnya malah mecuat keluar dari sarangnya.

Dari kejauhan tampak setitik noktah hitam yang makin lama makin membesar. Ternyata seekor burung Garuda yang besarnya sak hoh hah. Barangkali sebesar Hercules. Bukan Hercules Tanah Abang. Itu mah, keciiiiil. Ia adalah Kiai Jatayu, salah seorang kawan swargi Prabu Dhosoroto. Burung Raksasa mampu terbang dengan kecepatan supersonic sambil mematuk lawannya. Cakarnya yang besar luar biasa tajamnya untuk mencabik cabik mangsanya.

Èèèèèèng ing èèèèèèèèèèèèng .........

Sepasang matanya yang tajam mencereng memperhatikan Rahwono dan Sinto yang sedang me-layang2 diudara. “ Wé lha dalah “ Kiai Jatayu membatin “ Itu Rahwonorojo, Raja penyamun “ sang burung sak hoh hah mendekat dan kaget “ Lho, lho, lho, ... itu Sinto, to ? Ini menantu kawanku, kenapa ia bersama dengan raja penyamun ? Kiai Jatayu me-nebak2


Episode-17
Jatayu Kamikaze


Sementara itu Sinto iseng, suaminya di ithik2 perutnya. Rahwono membalas, Sinto di ithik2 perutnya. Sinto me-ronta2 geli sambil men-jerit2 dan memukuli dada sang Raja. Terkadang dijambaknya rambut krembyah2 sang Raja. Rahwono balas iseng, dikecupmya cengkir gading yang keluar dari sarangnya. Mereka bergumul gumul.

Betapa kagetnya Kiai Jatayu melihat Sinto pakaiannya modhal madhul, men-jerit2, dan memukuli Rahwono. Darahnya naik ke-ubun2nya menyaksikan Rahwono ‘mimik’. “ Hey, hey, hey, king of the beast ! Tiba2 kiai Jatayu bisa membatin dalam bahasa Sunda. “ What the fuck are you doin ? “ Bulu2 dileher sang burung tiba2 meremang, matanya me-nyala2 dan dari hidungnya keluar asap. “ Who do you think you are ? Ini Kiai Jatayu, Jogoboyo Gegono, tak thothol (patuk) endhasmu modiar kowé. “ Sang burung ber-putar2 mendekat. Ia mencoba menyergap dari belakang. Cakar yang satu akan diarahkan ke leher Rahwono, cakar yang lain siap menangkap Sinto yang pasti terjatuh. Paruhnya siap nothol (mematuk) kepala Dosomuko yang ditelikung lehernya dengan cakarnya.

Jatayu toyoy ! Bagaimana ia mau menyergap dari belakang ? Namanya Dosomuko, artinya kepalanya sepuluh. Matanya berapa ? Duapuluh, koplo ! Bagaimana mungkin ia bisa mendekat tanpa ketahuan ?

Lha, rak tenan. Dosomuko bukan tidak tahu ada yang mengancam. Ia membatin, “ Ini ada burung klintar klinter. Burung kaliren, hèh ? Memangnya lu anggep apa, gue ? Lunch ? “ Dengan beringas Rahwono berkata dalam hati “ mau apa, kau ? “ Sembari tangannya mencengkeram pedang dipinggangnya. Seperti hiu membaui darah, Rahwono menjadi beringas. “ Lu jual, gue beli !“ Rahwono kemropok “ jadi ingkung, lu ! “ Sinto tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ia tidak tahu bahwa ada makluk2 yang sedang pentheleng2an saling menantang tanpa kata2. Sedang ‘jual-beli’ nyawa.

Dengan kecepatan penuh Kia Jatayu menukik kearah Rahwono. Rahwono telah siap. Gladiator yang sudah lumuten dengan segala macam taktik perang membuat kejutan. Sinto dilambungkannya keatas, seolah sedang main bungee jumping. Tangannya yang bebas menghunus pedang. Kiai Jatayu kaget tidak menduga Sinto dilambungkan keatas. Posisi paruh dan cakar2nya jadi salah, konsentrasinya ambyar. Apalagi Sinto men-jerit2 ketakutan. Ia mengkhawatirkan Sinto dan pada detik yang sama harus mematuk Rahwono. Dengan ukuran badannya yang kelewat besar dan dalam kecepatan tinggi, sulit baginya untuk merubah posisi.

Peristiwanya hanya beberapa detik, dengan sigap Rahwono membalik badannya, dan bet !, ia menebang leher burung malang itu. Dengan pedang saktinya, sekali tebas leher Kiai Jatayu langsung kawir2. Begitu selesai Rahwono langsung menukik menangkap Sinto yang men-jerit2 masih mengira main Bungee Jumping. Sinto tidak sadar punggung suaminya gudras (berlumur) ludiro amblong kena cakar Kiai Jatayu.

Kiai Jatayu bagaikan menabrak angin. Tahu2 lehernya terpenggal dengan brutal dan ia kehilangan tenaganya karena nadinya terputus. Burung raksasa itupun terkulai me-layang2 diangkasa dan jatuh ndepani siti bantolo. Karena kesaktiannya, Kiai Jatayu tidak langsung mati. Ketika Romo melintas disitu, kiai Jatayu mengenali Romo. Dengan sekuat tenaga ia berupaya bicara tetapi karena lehernya nyaris putus, ucapannya tidak jelas“ Sinto, ... Sinto, ... wono rrrrrr, wono rrrrrrr, “ Kiai Jatayu tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Jatayu gugur. Kedua satria ini bertambah bingung dengan sepenggal kata Kiai Jatayu yang tidak jelas. Mereka me-nebak-2. Wono ? Wono adalah rimba. Rimba mana ? Amazon, Borneo, Alas Roban ? Wono mana ? Wonogiri, Wonosari, Wonokromo ? Wono R ? Apa ini ? Wonoro atau wanoro, barangkali ? Wanoro apa ? : munyuk, bedhès, lutung, siamang, kethèk, chimpanse, gorila, orang utan ? Apa hubungannya dengan kematian prajurit Dénowo tanpa identitas. Ada raseksi hidungnya grumpung ? Ada selendang Sinto ? Kedua pemuda itu makin bingung. Tetapi secercah harapan muncul, jika burung itu me-nyebut2 Sinto berarti Sinto masih hidup. Kedua sejoli itu kemudian meneruskan perjalanannya, berjalan, berjalan dan terus berjalan.

Di Alengko Sinto ditempatkan di Taman Asoka yang keindahannya melebihi taman kadewatan. Taman ini merupakan replika Rimba Dandoko, lengkap dengan binatang2 dan kembang2 kesayangannya. Sinto hidup mukti wibowo dengan dayang2 yang tak terhitung banyaknya. Salah satu emban tua menarik perhatiannya.

“ Mbok emban kowe siapa, wis sepuh begitu kok masih disini “
“ Saya mbok emban Kromoberdopo, gusti Dewi. Dulu saya yang momong Gusti Rahwono. “
“ mbok Kromo, mbok aku dicritani masa lalu dan asal usul Kanjeng prabu Rahwono “
“ Sendiko dhawuh, Gusti. Silahkan duduk yang nyaman, ceritanya agak panjang “
“ dulu kala, di pulau Srilangka ini banyak negara2 kecil, Gusti. Diantaranya Alengko dengan rajanya Prabu Somali. ...... “

Bersambung ke episode 18 : Bilahi Birahi di Girijembangan.



Ramayana (Sri Lanka Version)
sumber: http://groups.yahoo.com/group/seni-wayang


wayang4.JPG

wayang5.JPG

wayang6.JPG

V. Parwo Reksomuko
22Satrio Pangulandaran
23Gerilyawan Reksomuko I
24Gerilyawan Reksomuko II


Episode 22
Satria Pangulandaran.


Setelah membakar jenasah Kiai Jatayu, Romo & Lesmono meneruskan pengembarannya. Berbulan lamanya mereka mengembara sembari berguru ke guru2 sakti, padepokan2, dan asrama2 untuk menambah kedigdayan & kewaskitan mereka. Peristiwa yang baru berlalu bagaikan kawah Condrodimuko yang menggodok kedua pemuda itu makin menjadi kuat. Mereka sudah menjadi pria2 matang dan tangguh. Bukan lagi ABG yang hanya poya2 & hura2, tetapi manusia2 yang punya gegayuhan (cita2) dan bukan hanya sekedar trimo ing pandum. Mereka punya rencana hidup yang pasti. Mereka mau menggapai bintang gemintang dilangit biru.

“ Rasanya mustahil jika kita berdua menumbangkan rezim Mantoro. Lebih baik kita mencari kekuatan2 dari luar yang bisa kita ajak bergabung menumbangkan rezim Mantoro. “ Romo memaparkan rencananya, seperti Hun Seng yang mendatangkan Legiun Asing dari Vietnam menghadapi rezim Khmer Merah.
“ Apa yang akan kita tawarkan kepada mereka ? “ Lesmono bertanya.
“ Kita bisa tawarkan sebagian jajahan Ayudyo kepada mereka, harta benda, atau expansi bersama “
“ Jika mereka tidak berminat ? “
“ Kita lihat, jika kita mampu, kita bunuh rajanya, kita rebut kerajannya dan kemudian kita kerahkan tentaranya untuk menumbangkan rezim Mantoro. Lebih mudah bagi kita mencari negara baru karena kita sudah dikenal orang2 Ayudyo sehingga sulit sekali mendekati untuk membunuh emban Mantoro “
“ Masih adakah jalan lain ? “
“ Ada, kita merekrut satria2 sakti untuk bergabung dengan kita “

Sepanjang jalan kedua satria itu mematangkan rencana itu. Suatu hari, mereka mendaki sebuah bukit. Romo melihat banyak wanoro2. Wanoro2 ini adalah bahasa sanepo atau symbol. Sebenarnya yang dilihat adalah etnis lain, yang dilukiskan sebagai kera. (Saya agak rancu ras yang mana ini, yang jelas, bukan Arya). Wanoro2 ini menatap kedua satria ini dengan curiga. Romopun me-nebak2 curiga. Apakah mereka yang dimaksud dengan wanoro oleh Kiai Jatayu ? Tiapkali mereka didekati, mereka menjauh dengan sikap permusuhan. Kadang2 menyeringai menunjukkan taring2nya.

Romo naik terus dan makin tinggi ia naik, makin banyak wanoro2 itu. Mereka ber-gumam satu sama lain. Satu dua mulai mengganggu dua satrio itu dengan melempari mereka dengan batu. Bahkan ada yang berani mendekat. Kedua satrio itu tidak bergeming, maju terus. Mereka berharap menemukan Sinto disini. Romo membatin “ Mana rajanya, ayo kita bikin perhitungan “ Ketika sampai dipinggang gunung, wanoro2 itu makin banyak dan mengerumuni, dan satu dua mulai men-jerit2 serta menunjukkan sikap agresif. Beberapa bahkan berani me-narik2 pakaian dua pemuda ini. Jika mereka diladeni, mereka bubar bercerai berai sambil gaduh.

Tiba2 bagaikan orong2 terinjak, suara2 gaduh itu mendadak berhenti, suasana menjadi sunyi senyap. Dari balik gerumbul muncul sosok kera muda berbulu putih seperti kapas. Sikapnya penuh wibawa. Ia memakai ageman keprajuritan yang sangat bersahaja. Hanya satu hal yg membuatnya berbeda. Ia berkain Poleng, kain kotak2 seperti papan catur dengan warna putih, hitam dan merah. Romo terkesiap mengenali atribut kain Poleng itu. Ini alumni terbaik Akademi Militer Panglawung yang gubernur militernya Sang Hyang Bayu, Dewa Angin.

Èèèèèè ing èèèèèèèèèèèèng ……..

Ia berhenti menghadang ditengah jalan setapak. Sikapnya tegap, sikap militer dan matanya memandang tajam ke Romo. Tangannya menunujukkan sikap mempersilahkan, dengan santun tetapi memaksa. Ia berkata singkat dan tandas

“ Monggo, ikuti saya “

Romo paham bahwa dibalik sikap santunnya ada sikap yang tidak bisa di-tawar-2. Romo memberi kode kepada Lesmono untuk mematuhi kera putih itu. Kedua pemuda itu dengan patuh mengikuti kera putih berjalan menuju sebuah tenda. Keadan sekitarnya serba memprihatinkan dan terkesan serba darurat. Didalam tenda terbesar, tampak seorang kera yang duduk diatas kursi roda. Matanya biru lebam, pasti habis dihajar seseorang. Keningnya penjol2, kaki kirinya patah dan digips. Juga tangan kanannya digips dan digendong. Nyaris seluruh badannya tampak bilur2 sehabis digebugi. Pakaiannya yang sederhana penuh bercak2 darah. Romo membatin, mudah2an bedhès ini habis di-kabruk2 Sinto.


Episode 23
Gerilyawan Reksomuko I


Disebelahnya tampak seseorang berkepala bruang. Walau gerakannya nunak nunuk, dalam sekejap mata Romo tahu bahwa kera yang satu ini bukan sembarang kera. Matanya menatap Romo dan dahinya berkerenyit seolah dia sedang membaca Calculusnya Isac Newton. Ini pasti the think tank – sang pemikir. Disebelahnya lagi ada wanoro kera berbulu biru tinta dan ndekmu – cendhèk lemu, pendek dan gemuk. Seperty Danny de Vito. Perutnya buncit, mètèl2. Matanya kethap kethip seperti kethèk ditulup. Seperti kethèk ? Lho, ini kethèk beneran !

Yang diatas kursi roda berkata dengan geram. Ada nada pahit dalam geramannya :

“ Sudah, sekarang sudah kau temukan tempatku. Mau apa kau ! Ak0075 tidak sudi perang tanding dengan pesuruh. Kamu bukan levelku. Bilang sama gustimu untuk perang tanding ddenganku. Salah satu harus mati kali ini. “
“ Nanti dulu, saya kesini bukan pesuruh siapa2. saya sedang mencari istri saya … “

“ Tidak perlu mungkir, pura2 cari bini segala macam ! Tugasmu sebagai mata2 sudah berhasil. Ini papanku, mana gustimu ? Suruh ia kesini, aku tidak akan lagi tinggal glanggang colong playu. Hari ini hari kepastiannya. Aku atau gustimu harus mati !

Romo kebingungan dicecar begitu, tetapi memperhatikan adanya Kera putih itu, Romo mencoba menempuh jalan cerdik, ia menduga kera2 ini butuh uang. Tampaknya gerombolan ini miskin.

Ia bisa minta ibunya Dewi Susalyo atau mertuanya Prabu Janoko. Yang penting Sinto dibebaskan dulu. Perhitungan nanti. Demikian pemikiran Romo. Ia mencoba negosiasi.

“ Raja wanoro, saya jauh2 kesini bukan mencari pasulayan. Jika uang yang anda inginkan, katakan berapa saya harus … “
“ Buajingan ! Menghina kau, Tidak cukup nggebugi tubuhku, sekarang suruh orang untuk menghinaku ?! “ Bukan main marahnya ia, segera dipandangnya kera putih dan biru sembari menyerukan titahnya :

“ Bunuh kedua pesuruh itu ! “

Begitu marahnya ia, sehingga ia mencoba berdiri. Lupa bahwa kakinya patah. Ia jatuh terjerembab mencium siti bantolo sampai di-dabyang2 si kera tua. Hampir bersaman kera putih dan biru mbekèr (bhs Ind opo ?) dan mencolot menyerang Romo & Lesmono.

Akhirnya terjadi pertarungan. Romo melawan kera putih dan Lesmono lawan kera biru (tetapi tidak saru). Sejak semula Romo sudah menduga bahwa ia akan kesulitan melawan kera putih berkain Poleng ini. Tebakannya tidak salah. Alumni Panglawung ini benar2 tangguh. Romo kelelahan melawan kera putih ini. Tangannya sudah gatal akan menyelesaikan dengan senjata andalannya yang selalu digendongnya. Sekali tembak, kera putih ini akan hancur ber-keping2. Tetapi Romo kini adalah pria dengan perhitungan. Terbersit dibenaknya, wah, kalau aku bisa rekrut kera putih ini, bablas kowe Emban Mantoro !. Kera putih ini tidak bisa dibeli dengan uang atau pangkat. Ia hanya bisa dibeli dengan respek. Romo berpikir keras, bagaimana supaya kera putih ini bisa respek kepadanya ? Disisi lain, kera putih itu juga kaget, siapa ksatria pangulandaran ini. Sakti benar ? Dewakah ? Kera putih yang sudah mempelajari gaya bertarung berbagai perguruan terpesona dengan gaya Romo yang elegan. Walau anggun, gempurannya serasa meremukkan tulang belulangnya. Seluruh tulang belulangnya serasa hancur semua tetapi alumni Panglawung itu tidak pernah diajari untuk menyerah. Mati lebih terhormat.

Ditempat lain, Lesmono kebingungan menghadapi Danny de Vito, si pendekar – pendek kekar. Gaya tandingnya nyentrik, hit & run. Ia lari2 kesana kemari dan se-kali2 memukul. Sehabis memukul, lari ngibrit dan larinya lebih cepat dari Ferrari. Nafasnya nafas kuda ! Si Kera Birupun tak kalah bingungnya. Ini pemuda ayu dan dekik pipinya kok tandangnya seperti pria berotot ? Dirabanya rahangnya yang ngilu2 kena gebug pria ayu tadi. Siapa ini ? Lesmono menyimak abangnya yang tak kunjung menggunakan senjata pamungkas. Iapun tanggap bahwa abangnya punya perhitungan. Maka Lesmonopun tidak menggunakan senjata pamungkasnya.


Episode 24
Gerilyawan Reksomuko II


Sampai sekian lama, yang bertarung tidak menunjukkan tanda2 kalah menang. Masing2 pihak heran dengan ketangguhan lawannya. Kera tua itu mengamati pertarungan itu dan ia berkata kepada kera di kursi roda :

“ Gus, kedua satria pangulandaran itu nggendong senjata. Kalau mereka mau, dari tadi kedua staff kita sudah praloyo dari tadi. Kalau ia memang utusan untuk membunuh Gus, dari tadi kita sudah terbunuh. Saya rasa kedua orang itu punya maksud lain. Coba saya tanyakan “

Tanpa menunggu jawaban si sakit yang sudah puyeng menahan sakit, si wanoro beruang mendekati yang sedang bertarung. Keempatnya sudah kelelahan, bilur2, luka2, dan kehabisan nafas.

“ Sebentar kisanak, saya interupsi sebentar. Siapa gerangan anda berdua dan jika memang utusan, apa perintahnya ? “

Mendapat kesempatan beristirahat, dengan lega Romo berkata “



“ Aku Romowijoyo bin Dosoroto van Ayudyo dan itu adikku kinasih Raden Lesmono. Kamu Siapa ? “
“ Saya Kapi Jembawan dan yang berwarna putih itu Kapi Anoman. Yang biru Kapi Anilo. Yang sedang sakit itu prabu Sugriwo mantan raja Poncowati. Kalau bukan utusan Resi Subali, abang kandung Prabu Sugriwo, apa maksud anda ? “
“ Sudah saya bilang tadi, saya mencari istriku yang hilang di rimba Dandoko. Jika anda menemukan, saya bersedia mengganti dengan hadiah yang besar. Garwaku namanya Dewi Sinto. Apakah ia ada disini ? “
“ Wo, begitu, to. Monggo, silahkan istirahat dulu. Kita bicarakan baik2.

Kapi Jembawan memberi kode kepada Anoman dan Anilo untuk menghentikan pertarungan. Keempat pihak yang sedang bertarung menarik nafas lega. Semuanya nyaris putus asa menemui musuh yang terlalu sulit dikalahkan.

“ Silahkan masuk tenda, mandi2 dulu, istirahat dan nanti kita bantu mencari sisihan anda “
“ Apakah Sinto tidak disini ? “
“ Tidak, tetapi jika anda mau memeriksa silahkan. Saya antarkan inspeksi ke seluruh gunung Reksomuko ini “
“ Mengapa tiba2 kami diserang ?
“ Itulah, harap maklum, Prabu Sugriwo sedang gerah penggalihnya karena habis dihajar abang kandungnya, Resi Subali. “
“ Dihajar ? “
“ Ceritanya panjang, silahkan istirahat dulu. Apa sebabnya anda menduga kami yang menculik istri anda ? “
“ Ada informasi bahwa Sinto bersama atau di tempat dengan wono … r “
“ Wono r ? Belum tentu wanoro. Mungkin Wonoboyo ? “
“ Hus, Kia Ageng Mangir Wonoboyo belum lahir. “
“ Ah, saya tahu ! Pak Wono ! “
“ Pak Wono siapa ? “
“ Pak Buwono, Sultan Hamengku Buwono ! “
“ Hus, ngawur ! “

Seharian Lesmono menyisir gunung Reksomuko diantarkan oleh Kapi Anilo dan akirnya kedua satria itu percaya bahwa Sinto tidak disitu.

“ Apa nama tempat ini, Kapi Jembawan ? “
“ Ini gunung Reksomuko. Tempat kami bergerilya. “
“ Mengapa harus bergerilya ? “
“ Nah, mari kita mulai cerita panjang itu. Silahkan duduk yang nyaman. Dulu saya dan kawan saya Kapi Mendo yang sekarang mengabdi kepada Resi Subali adalah cantrik2 padepokan Grasino. “
Kapi Jembawan mulai bercerita ….

Bersambung ke episode 25 : Guwarso Guwarsi



Ramayana (Sri Lanka Version)
sumber: http://groups.yahoo.com/group/seni-wayang

wayang10.JPG
1 Comment

1 komentar:

  1. Aneh ya yang namanya Candra Prastika Munandriyan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

    BalasHapus